"Tidak boleh main buka, ini DPRD yang segel kantor," jawab Joko Ahadi.
Joko juga menyayangkan tidak ada petugas Satpol-PP di Kantor Dinas Perindagkop, sehingga kejadian pemukulan oleh Demisiis Boky terhadap seorang warga ini tidak dilerai.
"Kalian Satpol-PP itu jangan cuma jaga di kantor Bupati, tetapi harus didistribusikan ke setiap Instansi, kalau kejadian seperti ini bagaimana jadinya," ujar Joko.
Kronologis penganiayaan
Penganiayaan tersebut bermula saat Hardi datang ke kantor Perindagkop di Desa Hatebicara, Kecamatan Jailolo guna menyampaikan aspirasi.
Adapun yang disampaikan oleh Hardi adalah terkait kelangkaan minyak tanah yang sering terjadi di Halmahera Barat.
Baca juga: Tes Kejiwaan George Anak Bos Toko Roti yang Aniaya Pegawai Sudah Keluar, Begini Hasilnya
"Saya datang sendiri untuk aksi di Kantor Perindagkop karena minyak tanah langka. Jadi ada yang jual dengan harga tinggi, Rp9000 sampai Rp10.000 perliter," kata Hardi saat diwawancarai, Rabu (8/1/2024).
Hardi menjalankan aksi dengan menggunakan megafon serta menempelkan spanduk bertuliskan soal aspirasinya.
Namun spanduk aspirasi Hardi kemudian dilepas oleh salah seorang staf.
Hardi yang datang seorang diri tersebut mengaku hanya ingin menyampaikan aspirasi lewat spanduk tersebut.
"Saya sampaikan kalau aksi ini saya sendiri jadi jangan buka spanduk, karena saya disini hanya menyampaikan aspirasi," jelasnya.
"Tapi setelah saya tempel spanduk itu Kadis perintah stafnya copot, saya hadang dan dari situ Kadis dan staf pukul saya," ungkap Hardi.
Usai kejadian penganiayaan, Hardi langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Halmahera Barat.
Polisi kemudian menangkap Kepala Disperindagkop Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara, Demisius Boky