Fenomena ini terjadi setiap 33 bulan.
Hal ini disebabkan oleh durasi musim astronomis (89 dan 93 hari) lebih panjang dibandingkan dengan interval Bulan Baru pertama hingga keempat (3 × 29,53 ≈ 88,6 hari).
Selain itu, Bulan Baru pertama di dalam musim astronomis jatuh pada awal musim, sehingga Bulan Baru keempat jatuh pada akhir musim.
3. Tidak terdapat fase Bulan Baru di bulan Februari
Hal ini dikarenakan umur bulan Februari dalam tahun basit (28 hari) lebih pendek dibandingkan dengan durasi siklus sinodis Bulan (atau disebut juga lunasi, yakni 29,53 hari).
Fenomena ini terjadi setiap 19 tahun sekali, sesuai dengan siklus metonik ketika fase Bulan Baru bertepatan dengan tanggal Masehi yang sama.
4. Tidak terdapat fase Bulan Purnama di bulan Februari
Hal ini dikarenakan umur bulan Februari dalam tahun basit (28 hari) maupun tahun kabisat (29 hari) lebih pendek dibandingkan dengan durasi siklus sinodis Bulan (atau disebut juga lunasi, yakni 29,53 hari).
Fenomena ini terjadi setiap 19 tahun sekali, sesuai dengan siklus metonik ketika fase Bulan Purnama bertepatan dengan tanggal Masehi yang sama.
Baca juga: FENOMENA Langit Akhir Januari 2022: Fase Bulan Perbani Akhir hingga Perige Bulan
Baca juga: Fenomena Bulan Hitam di Indonesia Terjadi Mei 2022, Amerika Terjadi Lebih Awal, Mengapa Berbeda?
Fenomena Bulan Hitam ini dapat disaksikan di sebagian belahan Bumi Asia dan Eropa, termasuk Indonesia.
Fenomena Bulan Hitam dapat diamati sesuai zona waktu yang digunakan di setiap tempat, sehingga waktu penampakannya akan berbeda-beda.
Selain itu, jatuhnya fase Bulan Baru untuk setiap lunasi juga berbeda-beda.
Sehingga, ada wilayah yang mengalami Bulan Hitam Tripel, ada wilayah yang mengalami Bulan Hitam Ganda dan ada wilayah yang hanya mengalami Bulan Hitam sekali saja.
Amerika dan Kanada bagian tengah hingga Eropa bagian tengah (zona waktu UT+3) akan mengalami "Bulan Hitam" di akhir bulan April 2022.