Penurunan tersebut diakibatkan Amazon telah menggunakan robot untuk menggantikan pekerjaan karyawannya.
Oates mengatakan, robot-robot tersebut sering kali menjatuhkan barang-barang ke lantai, memperlambat perakitan dan membuat para karyawan kesulitan memilih barang.
"Ini adalah budaya kerja yang menyedihkan karena saya telah melihat banyak pekerja yang terguncang," ujar Oates.
"Yang paling sangat menyedihkan adalah ketika musim liburan selesai, saya tidak bertemu dengan teman-teman saya lagi, mereka semua mengundurkan diri," tambahnya.
Baca: Jangan Bingung, Ini Lho Perbedaan antara Black Friday dan Cyber Monday
Oates saat ini adalah seorang tunawisma.
Sehari-hari, ia hidup di dalam mobilnya yang terpakir di Amazon.
Oates mengaku dirinya saat ini sedang berjuang dari depresi yang ia alami.
"Kualitas tidur saya sangat buruk, saya hanya tidur empat sampai lima jam setiap malam," ucap Oates.
Shannon Allen, pekerja Amazon lainnya di Halset, Texas mengatakan, saat Black Friday, banyak peralatan dan barang yang besar.
Baca: Fakta-fakta Black Friday: Sejarah, Tanggal Jatuhnya, hingga Asal Mula Nama
Hal itu membuat dirinya dan rekan-rekannya kesulitan untuk mengikuti kecepatan yang diminta oleh pihak manajemen.
"Ketika orang memesan barang yang berukuran lebih besar, itu membuat para pekerja keberatan karena jumlah barang yang dipesan sangat banyak dan lebih besar dari yang biasanya," ucap Allen.
Ketika dihubungi The Guardian melalui pesan elektronik, Juru Bicara Amazon mengatakan bahwa prioritas nomor satu perusahaan adalah memastikan lingkungan kerja yang positif dan aman.
"Dalam beberapa tahun terakhir, ribuan pekerja musiman telah bergabung dengan Amazon dalam jangka waktu yang lebih panjang setelah musim liburan," tulis Juru Bicara Amazon.
Federasi Toko Retail Nasional memproyeksikan penjualan musim liburan secara keseluruhan meningkat sebesar 4,1 persen di tahun 2018 ini.
Baca: Dipicu Hari Diskon Black Friday, Kekayaan Bos Amazon.com Melonjak 2 Miliar Dolar