TRIBUNNEWS.COM - Kasus pembunuhan 31 pekerja jembnatan di Papua mendapat tanggapan dari berbagai pihak, termasuk presiden, Polri, dan Menteri Pertahanan.
Sebanyak 31 pekerja jembatandi Klai Yigi - Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua dibunuh oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Minggu (2/12/2018).
Kabar terbaru menginformasikan bahwa kelompok tersebut dipimpin oleh Egianus Kogoya.
Diduga, 31 pekerja itu dibunuh karena mengambil foto pada saat perayaan HUT Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM).
Hanya satu pekerja yang mengambil foto, tetapi KKB murka dan mencari orang yang mengambil foto dan berimbas pada pekerja lain.
Kasus pembunuhan ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, berikut adalah tanggapan berbagai pihak soal pembunuhan 31 pekerja di Papua yang Tribunnews rangkum dari berbagai sumber:
1. Jokowi
Mendengar adanya kasus ini, Jokowi perintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengecek kebenaran kasus tersebut.
"Saya perintahkan tadi pagi ke Panglima dan Kapolri untuk dilihat dulu, karena ini masih simpang siur. Karena diduga itu. Karena sinyal di sana enggak ada. Apa betul kejadian seperti itu," kata Jokowi kepada wartawan di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa (4/12/2018) dikutip dari Kompas.com.
Jokowi mengatakan bahwa Kabupaten Nduga, lokasi kejadian tersebut termasuk dalam zona merah atau berbahaya.
Ia juga menyadari bahwa pembangunan yang dilakukan di Papua memang mengalami kesulitan.
Tak hanya kondisi geografisnya, tetapi juga adanya gangguan dari KKB.
"Kita menyadari pembangunan di tanah Papua itu memang medannya sangat sulit. Dan juga masih dapat gangguan seperti itu," ujarnya.
Meski demikian, Jokowi menegaskan pembangunan di Papua terus berlanjut.
Pembangunan Papua tidak akan terhenti karena kasus ini.
"Pembangunan ditambah di Papua, tetap berlanjut," katanya.
2. Wakapolres Jayawijaya, Kompol A Tampubolon
Wakapolres Jayawijaya, Kompol A Tampubolon mengungkapkan proses penanganan kasus in terhalang oleh sulitnya akses telekomunikasi.
“Tim sudah bergerak ke sana. Kita berharap mereka sudah tiba dan memberikan informasi. Tapi. Lokasi kejadian sangat sulit untuk kita mendapat akses telekomunikasi,” ungkapnya ketika dikonfirmasi melalui telepon seluler, Selasa (4/12/2018) dilansir dari Kompas.com.
Ia menambahkan, Pores Jayawijaya menjadi pusat informasi soal kasus pembunuhan 31 pekerja di Papua.
“Sampai sejauh ini kami intens berkomunikasi dengan rekan-rekan pekerja yang menantikan informasi nasib para korban. Kalau dari pihak keluarga belum ada yang datang. Masih seputar kerabat korban dari PT Istaka Karya dan PPK Satker PJN IV PU Binamarga,” terangnya.
“Lalu kita sudah membuat tenda. Apabila hal yang terburuk terjadi. Ini sifatnya hanya sementara. Kalau benar jumlahnya demikian, tentu kita perlu lokasi yang luas,” pungkasnya.
Tampubolon berharap tidak terjadi sesuatu yang mengerikan di sana.
“Semoga ya. Kita berdoa. Kita semua menunggu informasinya dari anggota yang telah berangkat ke sana, radio SSB kita selalu stay,” jelasnya.
3. Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu
Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu mengatakan tidak ada negosiasi untuk kasus ini.
"Bagi saya tidak ada negosiasi. Menyerah atau diselesaikan. Itu saja," ujar Ryamizard di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/12/2018)
Ia menganggap pelaku pembunuhan tersebut merupakan kelompok pemberontak atau separatis.
"Mereka itu bukan kelompok kriminal tapi pemberontak. Kenapa saya bilang pemberontak? Ya kan mau memisahkan diri, (memisahkan) Papua dari Indonesia. Itu kan memberontak bukan kriminal lagi," tegasnya.
Anggap kasus ini bukan tindakan kriminal, melainkan tindakan pemberontakan atau separatis, Ryamizard katakan pihak yang harus menangani kasus ini ialah TNI, bukan polisi.
Ryamizard mengatakan pihak TNI harus turun tangan dalam menangani persoalan kelompok bersenjata di Papua.
Ia menegaskan, menjaga kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa adalah tugas pokok TNI.
"Kalau memberontak bukan kriminal lagi, penanganannya harus TNI. Kalau kriminal iya polisi," pungkasnya.
4. Kadiv Humas Polri Brigjen (Pol) Muhammad Iqbal
Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Muhammad Iqbal mengatakan telah melakukan mapping dan penyelidikan terhadap kasus ini.
“Sudah teridentifikasi beberapa kelompok tinggal mengkrucutkan apakah kelompok ini benar atau tidak,” ujar Iqbal, di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta, Selasa (4/12/2018) melansir Kompas.com.
Iqbal mengatakan bahwa pihaknya akan mengejar pelaku pembunuhan ini ke mana pun.
"Kami akan kejar ke mana pun Kelompok Kriminal Bersenjata ini berada,” ujarnya.
Iqbal mengatakan, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian telah memerintahkan Wakapolri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto dan beberapa pejabat utama Polri memeriksa lokasi kejadian untuk menganalisa dan memitigasi situasi keamanan di Papua.
Iqbal menyayangkan adanya kasus pembunuhan terhadap 31 pekerja ini.
Pasalnya pekerja ini membangun proyek infrastruktur demi kepentingan publik.
Pembangunan ini bertujuan memberi akses konektivitas antarwilayah di Papua, yaitu Kabupaten Nduga ke kabupaten lain.
Iqbal mengimabu masyarakat sekitar lokasi kejadian untuk tidak cemas.
“Hanya di titik Distrik Yigi Kabupaten Nduga (rawan), masyarakat kami minta tenang tidak perlu cemas. Percayakan kepada TNI dan Polri untuk melakukan langkah-langkah hukum,” ujar Iqbal.
“Kami akan mengejar kelompok-kelompok ini dan melakukan proses hukum sesuai dengan prosedur yang ada,” pungkasnya.
5. Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari
Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari meminta TNI dilibatkan dalam penanganan kasus ini.
Senada dengan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, Kharis mengatakan aksi ini merupakan gerakan separatisme.
“Saya sebagai Ketua Komisi I DPR RI menyatakan bela sungkawa kepada semua keluarga pekerjaan yang dibunuh secara keji. Saya meminta penegakan hukum dan kalau perlu terjunkan TNI jika dibutuhkan dan mendesak," ujar Kharis melalui keterangan tertulisnya, Selasa (4/12/2018) dilansir dari Kompas.com.
"Jangan ada sejengkalpun tanah Indonesia yang di bawah kendali gerakan separatisme dan melakukan kekejian terhadap rakyat Indonesia," tuturnya.
Menurut Kharis, TNI dan BIN tentu sudah mempunyai data serta infomasi intelijen terkait kasus tersebut.
Ia meyakini, TNI dapat menganalisis situasi dan kondisi di lapangan untuk menentukan lamgkah dalam penanganan kasus ini.
Sejalan dengan Menhan, Kharis menilai kasus ini tidak lagi masuk kategori kriminal, melainkan telah mencederai kedaulatan negara Indonesia.
"Ini bukan lagi soal kelompok kriminal, ini mencederai kedaulatan NKRI, setiap jengkal tanah republik ini harus aman dari setiap rongrongan kelompok macam ini. Tentu dengan kerja sama dan koordinasi dengan Kepolisian,” kata Kharis.
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani)