TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Kejaksaan Negeri Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan embung Mnela Lete tahun anggaran 2015.
Hal ini dikatakan Kepala Kajari TTS, Fachirazil dalam jumpa pers yang digelar di ruang kerjanya, Jumat (7/12/2018) malam.
Dari daftar lima tersangka yang dirilis Kejaksaan Negeri TTS, terdapat nama Kepala Dinas PU Kabupaten TTS, Samuel Ngebu dan anggota DPRD NTT, Jefry Un Banunaek.
Sementara tiga tersangka lainnya yaitu, Yohanes Fanggidae selaku direktur CV Belindo Karya yang mengerjakan proyek embung yang Mnela Lete, Jemmi Binyamin Un Banunaek dan Thimotius Tapatap selaku konsultan pengawasan.
Samuel Ngebu ditetapkan sebagai tersangka terkait perannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam kasus tersebut.
Sementara Jefry Un Banunaek ditetapkan sebagai tersangka karena menerima aliran dana pembayaran pengeraan embung tersebut.
"Kami sudah mengeluarkan surat penetapan tersangka tertanggal 7 Desember, untuk lima orang tersangka tersebut."
"Selanjutnya, kita akan mengeluarkan surat panggilan terhadap para tersangka guna diperiksa lebih lanjut," ungkap Fachirazil yang didampingi Kapidsus Kejari TTS, Khusnul Fuad, SH.
Ketika ditanyakan apakah kelima tersangka akan di tahan, Fachirazil mengatakan, penahanan merupakan penilaian subyek dari para jaksa penyidik.
Nanti akan dilihat saat proses pemeriksaan mendatang.
Jika memang perlu ditahan untuk pendalaman kasus tersebut, maka tidak menutup kemungkinan untuk ditahan.
"Nanti kami panggil periksa dan dalami lagi kasus ini baru kita tentukan apakah perlu ditahan atau tidak," ujarnya.
Untuk diketahui, pembangunan embung Mnela Lete dikerjakan oleh CV Belindo Karya pada tahun 2015 dengan pagu anggaran 756 juta.
Sumber anggaran pembangunan embung tersebut sendiri bersumer dari dana alokasi umum tahun 2015.
Dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut, pihak kejaksaan sudah melakukan ekspos sebanyak empat kali sebelum akhirnya menetapkan lima orang tersangka dalam kasus itu.
Dari hasil pemeriksaan fisik oleh tim ahli dari Politeknik Kupang, diketahui adanya kekurangan volume dalam pekerjaan tersebut.
Diketahui pula adanya selisih pembayaran dengan progress fisik di lapangan yang menyebabkan kerugian negara.
Sementara untuk besaran kerugian negara saat ini masih dihitung oleh BPKP Perwakilan NTT.
"Ada kekurangan volume dalam pekerjaan tersebut. Namun untuk besaran kerugian negara masih dalam proses berhitungan negara.
Namun kami pastikan, sudah memiliki dua alat bukti sebagai dasar penetapan tersangka dalam kasus tersebut," tegasnya.