Kita memang tidak tahu seberapa liar imajinasi itu berputar di benak publik.
Namun, reaksi keras Rektor UIN Alauddin Makasar dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bisa dipahami, karena pemilihan rektor di dua kampus itu disebut-sebut Mahfud. Ada kekhawatiran, martabat dua UIN yang hebat itu (keduanya terakreditasi A) akan tergerus. Bahkan, STAIN, IAIN dan UIN lain pun bisa terbawa-bawa.
Karena itu, baik kalangan elit ataupun publik, lebih khusus lagi media massa, diharapkan menampilkan berita dan narasumber yang berimbang dari pihak-pihak terkait, agar masyarakat bisa melihat gambaran yang lebih utuh. Kita punya dua mata, dua telinga, dua kaki, dua tangan, dan dua lubang hidung yang harus digunakan serempak jika kita ingin menangkap dan memahami realitas dengan lebih tepat.
Sikap berimbang itu lebih wajib lagi bagi warga Kemenag sendiri. Jika memang ada korupsi, tentu wajib disesali dan diperbaiki. “Allah tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri sendiri,” kata Alqur’an. Di sisi lain, kasus ini tidak boleh membuat mereka tenggelam dalam kesedihan apalagi putus asa. “Tak seorang pun bisa menyakitimu kecuali kau mengizinkannya!” kata Eleanor Roosevelt.
Alhasil, keseimbangan diperlukan agar kita berlaku adil, atau paling tidak, mendekati keadilan. Adil itu berat, apalagi menyangkut kepentingan diri sendiri. Di sini tidak berlaku rayuan gombal ala Dilan. “Adil itu berat. Biar Aku saja!” (*)
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani)