Laporan wartawan tribunnews.com, Wahyu Firmansyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bivitri Susanti, Pakar Hukum Tata Negara merasa ada dua alasan sehingga RUU permusikan yang menuai pro kontra ini dicabut.
Menurutnya ada alasan substansi dan partisipasi, dalam hal substansi Bivitri menilai RUU permusikan banyak memuat hal yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar itu sendiri.
"Secara substansi memang UU ini memuat banyak hal yang tidak sesuai dengan UUD sendiri terutama mengenai kebebasan berpendapat itu HAM sebenernya," ujar Bivitri dikawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2019).
Selain itu juga RUU permusikan menurutnya banyak mengatur hal-hal yang kurang dibutuhkan oleh dunia permusikan.
Baca: Anggota TKN Jokowi-Maruf Akui Distribusi Tenaga Kesehatan Belum Merata
Secara partisipasi sangatlah minim, Bivitri Susanti menyebutkan baru ada satu pihak saja yang berdiskusi mengenai RUU Permusikan.
Seharusnya RUU Permusikan seharusnya mendengarkan pendapat seluruh stakeholder yang berperan di industri musik.
"Nah yang kedua disebabkan partisipasinya minim yang kita tahu baru satu pihak saja yang waktu awal berdiskusi mengenai RUU ini dan kemudian RUU ini dibahas di badan keahlian DPR yang mereka memang profesi yang bukan politisi, badan keahlian ini mereka punya toolsnya dan templatenya untuk membuat UU tapi secara substansi mereka harus mendengarkan stakeholder," katanya.
Bivitri menganggap seharusnya RUU permusikan ini dicabut dan distop dari Baleg, barulah teman-teman musisi bisa mempersatukan pendapat.
Sehingga pembentukan RUU permusikan yang baru bisa dilakukan dengan lebih terbuka dan seluruh lapisan musisi bisa berpartisipasi.
"Nah ditahap itu teman-teman di industri musik bisa ngobrol bareng bisa satukan pendapat. kalau mau ada UU yang mengatur soal musik silahkan dilakukan prosedur yang lebih terbuka dan partisipasi," pungkasnya.