Sedangkan platform video pendek TikTok telah dikritik karena adanya kekhawatiran bahwa data pengguna dapat berakhir di tangan pemerintah China.
Sementara itu, setelah pengambilalihan Twitter oleh Elon Musk pada akhir tahun lalu, platform tersebut dikritik karena meningkatnya ujaran kebencian.
Namun LinkedIn tetap seperti biasa, dengan ketakutan akan resesi yang membayangi dan masalah karier, platform ini menjadi tempat bagi orang-orang yang ingin mencari pekerjaan atau memperluas koneksi.
Baca juga: Demi Percepat Ekspansi Restoran, McDonalds Berencana PHK Karyawan di Tahun Ini
Grygiel mengatakan, banyak orang yang bekerja di media atau akademisi cenderung mencari tempat untuk membangun dan terlibat dalam komunitas profesional selain Twitter. Meski media sosial alternatif saingan baru Twitter, Mastodon, telah mengalami lonjakan pertumbuhan, namun Mastodon masih belum menunjukkan dampak dalam memperluas koneksi yang sama seperti Twitter.
Dalam beberapa tahun terakhir, LinkedIn lebih condong merayu influencer untuk memposting konten ke platform tersebut, sehingga berpotensi memberi lebih banyak alasan kepada pengguna untuk berkunjung.
Setelah PHK massal Twitter pada November, di mana separuh tenaga kerja perusahaan dihentikan, diikuti dengan pemecatan dan pekerja yang mengundurkan diri, banyak mantan dan karyawan yang tersisa beralih ke LinkedIn untuk mencari dukungan, komunitas, dan peluang baru.
Sekelompok karyawan Twitter membuat spreadsheet pekerja yang diberhentikan dari perusahaan media sosial tersebut bersama perekrut yang merekrut pekerja untuk perusahaan lain menggunakan LinkedIn untuk membantu memfasilitasi pendaftaran kerja.
Mantan karyawan Twitter lainnya membuat sistem untuk menghubungkan pencari kerja dengan rekrutmen tenaga profesional yang terbuka untuk menjadi sukarelawan guna memberikan tinjauan resume gratis dan layanan persiapan wawancara, yang mereka promosikan melalui LinkedIn.
Baca juga: Krisis Likuiditas, Platform Pertukaran Kripto Huobi PHK 20 Persen Staf
“Kami benar-benar memahami bagaimana proses mencari pekerjaan bisa menakutkan dan membuat kewalahan," kata mantan perekrut teknis senior Twitter yang membantu mengoordinasikan upaya tersebut, Darnell Gilet, dalam sebuah postingan di LinkedIn.
"Meskipun kami tidak dapat menjamin di mana peluang Anda berikutnya atau kapan peluang itu datang, kami dapat menawarkan panduan, sehingga Anda akan siap untuk peluang itu ketika peluang itu tiba,” tambahnya.
Gilet, yang menjadi korban PHK massal Twitter pada November setelah pengambilalihan oleh Elon Musk, mengatakan kepada pada bulan lalu sekitar 28 perekrut dan profesional akuisisi bakat yang berbeda telah setuju untuk berpartisipasi dalam sistem tersebut.
Dia mengaku telah berbicara dengan hampir dua lusin pencari kerja, tidak lama setelah dia diberhentikan, untuk menawarkan nasihat dan dukungan. Gilet mengatakan LinkedIn sepertinya menjadi tempat yang tepat untuk mempromosikan layanannya.
“Kekacauan menciptakan peluang bagi seseorang, bukan? Orang-orang di-PHK dan Anda mengalami resesi yang membayangi ini, tempat yang ideal… yang akan memiliki peluang pertumbuhan terbesar dari itu akan menjadi platform yang berfokus pada karier seperti LinkedIn. Jadi itu sangat masuk akal,” ungkapnya.