”Dulu tahun ’90-an, warung di sini hanya ada empat buah. Orang makan, duduk di atas pasir hanya beralas tikar. Dulu jaraknya ke pantai juga masih tiga kali dari jarak sekarang dan tepat menghadap pantai. Kalau sekarang, kan, menghadap ke barat,” terang Muryani.
Dalam posisi menghadap ke barat, pemandangan ke arah Pantai Lebih hanya bisa disaksikan melalui jendela yang terbuka di bagian samping, di sisi kanan dan kiri dari tempat duduk.
Sejak tahun 2004, pasokan ikan dari Pantai Lebih merosot drastis sebagai akibat reklamasi Pulau Senggarang.
Hal ini membuat nelayan Pantai Lebih berhenti melaut. Muryani dan para pengelola warung makan di Pantai Lebih yang saat ini berjumlah 12 warung harus berbelanja ikan hingga ke Benoa (Nusa Dua) dan Kedonganan (Badung) yang jaraknya cukup jauh dari Gianyar.
Di samping sate lilit ikan, menu olahan ikan, mulai dari ikan bakar dan ikan goreng, hingga bakso ikan, juga laris diburu pembeli. Sore itu, Warung Indah ramai dikunjungi pembeli yang umumnya adalah warga lokal.
Sebagian besar adalah keluarga yang menikmati rekreasi pantai.
”Konsumen di Pantai Lebih ini umumnya memang orang Bali. Kalau turis agak jarang,” kata Muryani.
Warung Indah menjadi salah satu warung yang ramai dikunjungi pembeli karena letaknya di dekat pantai. Sambil menikmati makanan, pengunjung bisa melemparkan pandangan ke pantai yang biru, dengan debur ombak yang menampar keras bebatuan pantai.
Dalam satu hari, Muryani menghabiskan rata-rata 15 kilogram ikan. Untuk menu ikan bakar, biasanya menggunakan ikan cakalang atau snapper. Untuk ikan goreng, Muryani lebih banyak menggunakan ikan tenggiri, sedangkan sop kepala ikan menggunakan ikan barramundi.
Ikan dan pantai memang satu kesatuan yang saling melengkapi. Di Pantai Lebih, keduanya berpadu menghadirkan sajian yang memuaskan lidah dan pemandangan yang memanjakan mata. (DWI AS SETIANINGSIH)