"Ayunan ini sebenarnya sebagai simbolisme kehidupan. Yang mana hidup ini terus berputar, kadang kita ini bisa ada di atas dan ada masanya juga kita berada di bawah," ujar I Ketut Sudiastika, satu di antara enam Kelian Adat Desa Tenganan.
Meskipun hanya sebagai sebuah sarana hiburan, namun prosesi ayunan memiliki filosofi tersendiri.
Yakni tentang kehidupan yang seperti ayunan ini yang memiliki poros dan selalu berputar.
Memang melihat proses permainan ini tak biasa dan tampak cukup berbahaya, namun sejauh ini menurut Sudioastika masih aman dan di bawah pengawasan.
Prosesi ayunan ini hanya khusus dilakukan dalam ritual Usabha Sambah, pada bulan kelima yang disebut Sasih Sambah selama sebulan.
Sasih Sambah ini merupakan bulan berlangsungnya upacara-upacara adat terbesar di Desa Tenganan yang termasuk desa Bali Aga (Bali Tua).
Ayunan dipasang selama 18 hari, mulai dari 27 Mei.
Ayunan tersebut merupakan benda yang disakralkan dan tidak bisa digunakan sembarangan.
Upacara digelar setelah lima hari pemasangan.
Baru setelah itu, baik para penduduk dan orang-orang umum lainnya dapat menggunakan ayunan tersebut.
"Ayunan baru bisa digunakan usai digelar persembahyangan," ungkapnya.
Ayunan ini merupakan ayunan tua yang diwariskan secara turun temurun sebagai bentuk tradisi di masyarakat Desa Tenganan.
Meski usianya sudah tua, ayunan yang terbuat dari kayu Cempaka yang diambil dari hutan di perbukitan yang mengelilingi desa, itu tetap terlihat kokoh.
Simbol Penghormatan Kepada Dewa Indra