Sebelum prosesi ayunan, digelar tradisi Perang Pandan atau Mekare-kare.
Perang Pandan atau Mekare-kare di Desa Tenganan, Pengringsingan, Karangasem, Bali. (Tribun Bali/Rizal Fanany)
Dengan bertelanjang dada, kedua tangan mereka pun tak kosong begitu saja.
Tangan kanan menggenggam seikat daun pandan berduri, tangan kiri memegang perisai atau tameng dari rotan.
Selama kurang lebih tiga menit pertandingan satu lawan satu antara para teruna desa.
Mulai dari anak-anak, pemuda dewasa, hingga orang tua bergantian turun ke arena yang dikhususkan untuk menggelar Perang Pandan, Senin kemarin.
Saling mengeret tubuh lawan tandingnya, itulah yang dilakukan dalam tradisi ini.
Perang Pandan atau Mekare-kare di Desa Tenganan, Pengringsingan, Karangasem, Bali. (Tribun Bali/Rizal Fanany)
Tak ketinggalan, suara gamelan selonding khas Tenganan Pegringsingan, mengiringi pertandingan yang berlangsung mulai sekitar pukul 14.00 hingga pukul 16.00 Wita tersebut.
Tampak luka-luka mengenai bagian tubuh para pemuda tersebut.
Meski terasa sakit, namun mereka melakukannya dengan suka cita.
Terdengar dari sorak-sorai para pemuda dan penonton yang ada di arena.
Dan, tak ada paksaan untuk siapa yang turun untuk bertanding terlebih dahulu.
Menurut Sudiastika, Perang Pandan bukanlah sekadar ajang jago-jagoan.
Perang Pandan atau Mekare-kare di Desa Tenganan, Pengringsingan, Karangasem, Bali. (Tribun Bali/Rizal Fanany)
Ritual tahunan ini sebagai bentuk simbol penghormatan kepada Dewa Indra atau Dewa Perang yang dipuja masyarakat Desa Tenganan.
Dalam tradisi ini tak ada istilah menang kalah.