Oleh Bambang Soesatyo
Anggota Timwas Kasus Century DPR/
Inisiator Hak Angket Anggota Tim-9
HAK Menyatakan Pendapat (HMP) oleh DPR menjadi konsekuensi logis yang sulit dicegah manakala proses hukum skandal Bank Century tidak juga berjalan pascaberakhirnya masa tugas Tim Pengawas (Timwas) DPR pada Desember 2011. Hanya satu jalan keluar yang tersedia, yakni keberanian pemerintah mendorong percepatan proses hukum megaskandal ini.
Sangat kecil kemungkinan untuk memperpanjang masa tugas Timwas DPR bagi percepatan proses hukum skandal Bank Century. Respons penegak hukum yang begitu minim atas skandal ini menyebabkan DPR tak ingin memperpanjang masa kerja Timwas DPR. Meskipun beberapa bukti bermunculan ke ruang publik, tidak ada semangat kerja sama dari penegak hukum untuk menuntaskan skandal ini.
Jika nantinya memang tidak ada lagi Timwas DPR untuk skandal ini, tidak berarti persoalannya ikut terhenti. Bahkan, persoalan yang dihadapi DPR dan pemerintah akan bertambah serius dan pelik. Tekanan kepada Pemerintah untuk melaksanakan proses hukum skandal ini akan semakin kuat. Pemerintah tak bisa berdalih tidak bisa mengintervensi hukum. Sebab, publik paham bahwa para penegak hukum berada dalam kendali presiden.
Melihat gelagat pemerintah yang terus mengulur-ngulur waktu (Buying time) , publik akan memperluas tekanan dengan mendesak DPR menggunakan Hak Menyatakan Pendapat (HMP). Di DPR, agenda yang satu ini sudah pasti tidak akan berjalan mulus karena akan ditentang Partai Demokrat. Pemerintah sendiri sudah barang tentu tidak akan tinggal diam.
Akibatnya, politik dalam negeri akan menimbulkan kegaduhan baru. Kalau gaduh politik itu berkepanjangan dan menyebabkan suasana menjadi tidak kondusif, pemerintah rugi besar karena akan kehilangan banyak waktu untuk bekerja. Mengingat masa bhakti pemerintahan ini tinggal tiga tahun lagi, instabilitas politik bisa menurunkan produktivitas pemerintah. Apalagi, kalau pun proses HMP terlaksana, waktu yang dibutuhkan relatif panjang.
Dari berbagai kalkulasi yang pernah dibuat, beberapa kalangan yakin bahwa penggunaan instrument HMP oleh DPR sangat sulit dihindari selama perintah Sidang Paripurna DPR tentang proses hukum skandal ini tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Katakanlah proses hukum skandal ini dilaksanakan. Jika proses hukum itu sama sekali tidak menyentuh nama-nama yang tercantum dalam Rekomendasi Paripurna DPR, penggunaan instrumen HMP menjadi sebuah tuntutan yang sulit dihindari.
Untuk mengamankan pemerintahan ini, Fraksi Partai Demokrat (FPD) mungkin akan all out melobi fraksi lain agar membatalkan niat menggunakan HMP. Tetapi faktanya nanti bukan hanya pergulatan fraksi-frasksi di DPR. Pada akhirnya, DPR harus berhadapan dengan desakan rakyat yang menuntut keadilan. Begitu masa tugas Timwas DPR dinyatakan berakhir, pada saat itu pula DPR akan menerima tekanan yang semakin kuat untuk menggunakan HMP.
Sebenarnya, FPD tak perlu takut pada HMP terkait skandal Bank Century. FPD mestinya yakin penyelesaian skandal ini justru akan menghilangkan beban pemerintah yang dipimpin Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini.
Apalagi, HMP DPR sendiri tidak membidik posisi presiden. Jangan juga lupa bahwa pernyataan atau tuduhan-tuduhan yang termuat dalam HMP DPR masih harus dikajji lagi oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Belum tentu muatan HMP DPR itu sejalan dengan pandangan MK. Kalau hal ini yang terjadi, nama-nama yang selama ini dituduh bertanggungjawab akan direhabilitasi.
Seandainya MK pun berpandangan sama dengan muatan HMP DPR, tetap saja tidak ada konsekuensinya bagi presiden. Sebab. rekomendasi paripurna DPR tidak mencantumkan nama atau identitas presiden sebagai pihak yang patut dimintai pertanggungjawabannya.
Artinya, kalau FPD ingin bantu mengurangi beban pemerintah, pilihan paling ideal adalah masuk dalam gerbong pendukung HMP DPR. Dengan mendukung HMP DPR, risiko terbesar yang dihadirkan FPD kepada presiden adalah mengganti wakil presiden. Sebaliknya, jika FPD terus menentang HMP DPR, sama artinya dengan menunda-nunda persoalan.
Merubah Posisi
FPD bersama pemerintahan yang berkuasa saat ini patut belajar dari kasus penangkapan mantan Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo oleh pihak berwajib di Manila. Penangkapan Arroyo membuktikan bahwa kekuasaan sebesar apa pun tak akan mampu selamanya bisa menyembunyikan kejahatan politik maupun kejahatan korupsi.
Artinya, semua kejahatan politik dan korupsi di Indonesia yang sekarang ini ditutup-tutupi oleh oknum penguasa akan terungkap pada waktunya nanti. Karena itu, sekarang adalah waktunya yang tepat bagi pemerintah untuk mengubah posisinya dalam menyikapi sejumlah kejahatan politik maupun kejahatan korupsi, terutama skandal Bank Century.
Sebab, sepanjang rentang waktu 25 tahun ke depan, setiap berkas kejahatan yang ditutup-tutupi saat ini bisa dibuka kembali setiap saat. Kalau sekarang diambangkan, pemerintahan mendatang atau pemerintahan berikutnya bisa membuka kembali kejahatan politik dan kejahatan korupsi yang ditutup-tutupi saat ini.
Skandal Bank Century, kasus mafia pajak dan sejumlah kasus korupsi skala besar sudah terungkap. Tetapi, penyelesaian hukumnya penuh rekayasa karena penegak hukum yang dikendalikan pemerintah dipaksa melindungi atau mengamankan figur-figur tertentu. Rakyat Indonesia yang tercabik-cabik rasa keadilannya, tahu betul dan paham mengenai rekayasa itu,
Maka, apa yang menimpa Arroyo di Filipina saat ini patut menjadi pelajaran. Selama berkuasa sebagai presiden, indikasi keterlibatan Arroyo dalam kejahatan politik dan korupsi bisa ditutup-tutupi oleh mesin penegak hukum yang dikendalikan orang-orang kepercayaanya. Setelah kekuasaan lepas dari genggaman, Arroyo bahkan ditangkap saat dia terbaring lemah di rumah sakit karena dituduh melakukan kecurangan Pemilu dan korupsi.
Oleh karena itu, , sekarang adalah kesempatan emas bagi pemerintah mengubah posisinya dalam menyikapi skandal Bank Century. Bukti baru kasus Bank Century terus bermunculan. Setelah bukti berupa surat Menteri Keuangan/KetuaKSSK Sri Mulyani (waktu itu) kepada Presiden yang berisi laporan mengenai proses penyelamatan bank Century terungkap, kini muncul dugaan bahwa KPK pun menyimpan rekaman pembicaraan antara Sri Mulyani dengan Presiden. Pembicaraan itu dilakukan sekitar pukul 05.00 pagi WIB sebelum diambilnya keputusan final untuk mencairkan dana talangan.
Kalau benar rekaman itu, KPK harus segera mengungkapnya kepada publik. Sebagai barang bukti, rekaman itu jangan disembunyikan. Bersama bukti mengenai surat-surat Ketua KSSK kepada Presiden, rekaman pembicaraan itu sudah bisa dijadikan bukti untuk mendorong percepatan proses hukum skandal Bank Century.