Penulis: Farhan Effendy, S.Fil, MAP, Dewan Pakar Jaringan Nusantara/Mantan Aktivis 98
TRIBUNNEWS.COM - Dalam mekanisme politik modern, partai politik adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai komitmen dan tanggung jawab baik secara politik dan sosial terhadap basis masyarakat yang memilihnya. Tanggung jawab merupakan sesuatu yang penting di sistem politik modern, dimana sistem politik modern selalu menjunjung tinggi keterbukaan informasi dan partisipasi publik.
Hal itulah yang kemudian mendorong Partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu a2009 berani mengambil langkah-langkah revolusioner dengan mengedepankan prinsip tanggung jawab terhadap konstituennya dan masyarakat secara umum.
Langkah tersebut dalam tradisi politik kita disebut-sebut sebagai keputusan revolusioner yang dilakukan Partai Demokrat, karena untuk pertama kalinya dalam sistem politik modern saat ini,partai berlambang mercy tersebut melakukan Kongres Luar Biasa(KLB) dalam situasi yang juga luar biasa, dimana kemudian Susilo Bambang Yudhoyono mengambil alih kendali partai menjadi ketua umum.
Kenapa kita sebut dalam situasi yang luar biasa, sebab sebagai partai yang memegang prinsip demokrasi dan demokratisasi, Demokrat telah kehilangan ketua umumnya yang terpilih secara demokratis pada kongres 2010 dengan mengundurkan diri sebagai ketua umum karena tersangkut kasus hukum, yaitu dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi.
Melihat kembali ke situasi kongres tahun 2010, jalannya kongres dan hasil kongres 2010, sempat dinilai menjadi kongres yang cukup demokratis, suasana yang cukup demokratis ini sekaligus memberi harapan para kader bahwa Demokrat mampu menjadi partai alternatif yang mampu menyedot lebih banyak dukungan dari masyarakat dibanding tahun 2009.
Tetapi belakangan kita tahu, setelah ditetapkannya sang mantan Bendahara Muhammad Nazaruddin sebagai tersangka kasus korupsi, ternyata hal itu kemudian mendorong Nazaruddin menguak tabir gelap yang selama ini tidak pernah diketahui publik. Pengakuan Nazarudin atas bau tak sedap di belakang kongres 2010 dan keterlibatan pimpinan partai dalam kasus korupsi membuat Demokrat "si bayi ajaib" pelan-pelan lumpuh.
Serangkaian kasus korupsi yang melibatkan kader-kader PD terkuak, hal ini tentu saja membuat nama besar Demokrat menjadi ternoda dan ini tentu saja bukanlah yang dikehendaki oleh para kader yang masih tetap setia menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan moralitas yang baik dalam membangun iklim politik yang sehat dan bebas dari korupsi. Ditetapkannya Anas Urbaningrum tentu saja memberi efek yang cukup keras bagi internal partai.
Harus juga diakui bahwa sejak didirikannya sampai dengan saat ini, Demokrat sebagai partai politik bersifat terbuka dan demokratis, justru memunculkan banyak faksi di internal. Sejak pertama, kemunculan faksi-faksi ini adalah bukti betapa demokratisnya Demokrat, bukti lain juga menunjukan bahwa friksi internal tersebut mampu saling bekerja sama demi kemajuan partai, tetapi belakangan kemunculan banyak faksi juga menjadi persoalan tersendiri.
Faksi-faksi yang akhirnya membangun hegemoni dimasing-masing kelompoknya, membuat pertumbuhan bayi ajaib yang namanya Partai Demokrat semakin sulit untuk tumbuh dan berkembang.
Mundurnya Anas Urbaningrum adalah akibat ditetapkannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi dan itu yang perlu dipertegas, karena harus diketahui bahwa hampir dua tahun ini partai Demokrat dibombardir isu korupsi oleh media dan publik yang akhirnya membuat tekanan-tekanan di internal PD semakin besar.
Politik 'Tebal Muka'
Tetapi tekanan-tekanan itu tidak membuat pimpinan Partai Demokrat hasil kongres 2010 sedikit pun peduli, sangat disayangkan pimpinan Partai Demokrat justru aktif dan asyik memperkuat blok politik dominan di tubuh partai. Inilah yang kemudian membuat Kongres Luar Biasa(KLB) partai Demokrat cukup menarik, sebab dalam suasana KLB ini politik "tebal muka" dilakukan kubu pemenang kongres 2010 agar kekuasaan di partai tetap dominan dan tidak jatuh pada kompetitornya kubu runner up kongres 2010.
Kedua kubu kini menggunakan taktik yang sama, meminta SBY menjadi Ketua Umum sambil mengkonsolidasikan kekuatan jika SBY menolak. Kita sendiri tak mendengar tokoh-tokoh Demokrat bicara otokritik atas korupsi di partai dan janji akan urus rakyat. Saatnya menunggu apa yang akan terjadi, namun agenda pembersihan anasir-anasir koruptor partai adalah janji ketua majelis tinggi dan itu sudah berjalan.
SBY sesungguhnya berkepentingan terhadap KLB.KLB ini bagi SBY adalah lanjutan dari agenda pembersihan itu. Itulah resep terbaik agar partai dipercaya dan kembali mau mengurusi rakyat, minimalnya Partai Demokrat dapat kembali terlibat aktif dalam program-program pemerintah untuk rakyat sama seperti di periode tahun 2004-2009.
Menyelamatkan partai dari kerusakan sistemik akibat korupsi dan lalai urus rakyat, sama artinya menyelamatkan negara dari salah satu unsur penting sistem politik.