Oleh DR Ichsanuddin Noorsy
TRIBUNNEWS.COM--Ditemukan uang 200ribu dolar AS di ruang kerja Sekjen ESDM menguak beberapa masalah. Siapa yang memiliki gagas untuk menggeledah ruang kerja Sekjen ESDM, Rudi kah atau memang murni datang dari penyelidik KPK?
Lalu, kenapa dana operasional bermata uang dolar AS dan berada dalam tas, tidak berada dalam brankas sebagaimana biasanya. Apa hubungannya uang ini dengan kasus Rudi ?
Kepada sejumlah teman-teman jurnalis saya mengajukan banyak pertanyaan yang kesemuanya belum jelas. Karena itu orang menduga-duga, uang ini berkaitan dengan posisi Men ESDM Jero Wacik. Seorang jurnalis senior bahkan bercerita tentang pucatnya wajah Jero Wacik saat diburu hal ihwal uang 200ribu dolar AS itu.
Temuan penggeledahan ini menceritakan, Rudi Rubiandini (RR) menerima gratifikasi sekaligus merupakan sarana guna memperoleh dana ? Dari aspek jumlah yang berada di RR, nampaknya lebih dominan penyuapan. Tapi andaikan dana yang berada di deposit box Bank Mandiri sebanyak 320 ribu dolar AS dan yang berada di ruang kerja Sekjen ESDM 200 ribu dolar AS, maka RR dipakai sebagai sarana guna memperoleh dana.
Kemudian di dunia maya beredar bagaimana pengakuan RR. Dia mengakui menerima suap, dan karenanya memohon maaf. Tapi juga mengatakan bahwa dia harus menyetor ke pihak tertentu.
Dugaan menyetor ke pihak tertentu ini yang mendorong kalangan jurnalis mengajukan pertanyaan kepada Jero Wacik, Sutan Batugana, dan Ahsanul Qosasih tentang adanya hubungan suap itu dengan kegiatan konvensi Partai Demokrat.
Bagi saya sendiri, persoalan adanya hubungan konvensi Partai Demokrat dengan mata rantai operasi tangkap tangan (OOT) terhadap RR bisa dipandang sebagai spekulatif selama tidak tersedia data dan informasi hukum yang memadai.
Karena itu, sejak saya menyatakan bahwa OTT terhadap RR merupakan bagian dari korupsi sistemik di SKK Migas di Kabar Petang tvOne pada 14 Agustus lalu dan kemudian KPK melanjutkan ke penggeledahan ke ruang kerja 3 pejabat SKK Migas dan ruang kerja Sekjen ESDM.
Maka, soal pokoknya adalah mengurai semua posisi uang yang ditemukan dalam penggeledahan, menyelidik dokumen tender penjualan minyak mentah dalam 3-4 tahun terakhir, dan menelisik kepemilikan Kernel Oil Pte Ltd di Singapura.
Saat yang sama, BPK diminta untuk melakukan investigasi audit atas tender itu. Saya bahkan di Jaktv menawarkan diri untuk membuat Term of Reference audit investigatif itu tanpa harus di bayar.
Bagi saya, kasus ini sekadar membuktikan bahwa apa yang selama ini saya kiritik menjadi kenyataan. Good Corporate Governance yang mereka teriakan, lagi-lagi terbukti seperti yang saya sampaikan, Omdo, omong doang.
Saya kira, kasus seperti ini tidak akan mengurangi intensitas korupsi karena masalahnya sudah mendekati mati secara perlahan atau bertahan. Korupsi Hambalang, korupsi Bank Century, dan sebelas kasus korupsi lain seperti nyanyian M Nazaruddin mengindikasikan hal itu.
Walau M Nazar berupaya membersihkan atau menutupi keterlibatan pihak tertentu karena motif menyelamatkan isteri dan keluarga, mereka mungkin lupa bahwa dokumen hukum berusia 20 tahunan dan hukum sosial sulit terhindarkan.
Soalnya adalah, sampai batas mana KPK menyelisik ini. Nah saat batas ini dimasalahkan, suka atau tidak KPK bermain politik. Hukum tanpa politik adalah pisau tumpul tanpa enerji. Politik tanpa hukum adalah perilaku liar yang tirani. Maka pertanyaannya, apa sebenarnya yang sudah dibangun SBY dalam dua periode kepresidenannya?