Oleh Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila
Keberanian bangsa ini menapaki jalan terjal demokrasi melalui kontestasi Pilpres 2014 , telah menyusun indeks "Sari Buah" atau Satu Hari Buat Sejarah.
Bagi perkembangan demokrasi, juga menyisakan problem laten tentang disintegrasi bangsa, karena indeks persatuan nasional kita memerlukan aksi dan strategi lebih merajut kohesi antar anak negeri di semua lini kehidupan karena dan (darah nadi air ) bangsa yang majemuk.
Belajar dari siklus demokrasi di belahan dunia, kontestasi hanya memberi peluang untuk kalah dan menang, tetapi belum mengelola inti demokrasi yaitu inter aksi terus menerus dengan " Jiwa Besar" atau Jujur Ikhlas Wawasan Arif Besar Hati Ekspektasi Situasi Arah Be-rubah.
Sehingga jika indeks kematangan dan kedewasaan suatu komunitas kecil , peluang perselisihan lanjutan pasca Pilpres membuat energi positif bangsa defisit.
Ini mencirikan bahwa gegap gempita adagium yang penting demokrasi prosedural legitimit, baru kita masuk fase substansial, semakin menjauh dari Akal Sehat.
Karena prinsip "Sampai Dahulu, Urusan Belakangan " sangat menciderai tulisan indah bagi peradaban anak cucu di masa depan.
Dalam konteks itu, sikap proaktif Jokowi-JK untuk merajut Kerukunan Obat Manjur Persatuan Abadi Kekal atau "Kompak" layak diapresiasi sebagai re-inventing nilai-nilai harmoni bangsa berupa Toleransi Empati Rukun Akur Tabiat Asli Indonesia atau "Teratai" yang rambatan alirannya diharapkan dapat menyambung dampak Kontestasi Eleksi Terbelah Unsur Pendukung Antar Tokoh atau "Ketupat" demi persatuan rakyat yang kuat. (*)