Ditulis oleh : Isma Dhanie
TRIBUNNERS - Setelah publik digegerkan isu papa minta saham, sepertinya Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, Yuddy Chrisnandi tidak ingin kalah untuk menarik perhatian publik dengan merilis rapor 70 kementerian dan lembaga negara.
Banyak kalangan melihat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ini menliai dengan tidak objektif.
Termasuk Ketua Umum Forum Konstitusi dan Demokrasi (FOKDEM) Ismadani Rofiul Ulya yang menyamakan Meneteri Yuddy dengan Sengkuni salah satu pewayangan yang sering membuat kegaduhan.
Pasalnya Yuddy menggunakan kedudukannya untuk menyelamatkan diri dari reshuffle kabinet.
"Ia menggunakan aji mumpung dan ingin menghabisi lawan politiknya," ujar Ismadani.
"Harusnya Menteri Yuddy bersyukur sudah dijadikan kepanjangan tangan Presiden untuk memimpin lembaga sekaliber kementrian tapi malah membuat kegaduhan dengan membuat rapor," Kata Ismadani.
Ketua Umum FOKDEM ini juga menyayangkan Presiden Jokowi memilih Yuddy sebagai Menteri PAN RB
"Seharusnya ada indikator yang disiapkan oleh Presiden untuk memilih para menterinya. Jika Menteri dari kalangan professional jelas adalah mereka yang menguasai pada bidangnya namun untuk memilih menteri dari kalangan politik harus pula dilihat track and record-nya," ujar Ismadani.
Pria Asal Semarang ini juga mempertanyakan track and record sudah berapa lama ia menjadi legislatif, prestasi yang telah diraih dan seberapa banyak prestasi yang diberikan oleh partainya dan negara.
“Jangan memilih menteri yang dalam pemilihan legislatif saja kalah, berarti kan masyarakat tidak percaya kepadanya. Dapilnya saja tidak percaya apalagi sekarang mau membohongi masyarakat se Indonesia," kata Ismadani.
Seperti yang diketahui, sebelum menjadi menteri, Yuddy menjadi anggota parpol Golkar setelah itu pindah ke partai Hanura dan pernah mencadi caleg namun gagal.
Selain Ketua FOKDEM pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti juga mengatakan penilaian tersebut sebagai manuver Yuddy agar lolos dari bidikan reshuffle yang dilakukan Presiden Joko Widodo.
"Pengumuman penilaian itu dekat sekali dengan isu reshuffle, bahkan ada kesan memojokkan menteri yang mendapat penilaian buruk," ujar Ikrar di Jakarta Senin (4/1/2016).
Selain itu Ketua MPR Zulkifli Hasan berpendapat sebaiknya penilaian itu menjadi konsumsi internal dan disampaikan kepada menteri-menteri yang bersangkutan.
"Kalau dipublikasikan, itu membuat kegaduhan baru," kata Zulkifli