Ditulis oleh : LBH Yogyakarta
TRIBUNNERS - Aksi kekerasan dalam proses penggusuran dalam rangka pembangunan bandara baru Kulonprogo di kecamatan Temon, terjadi lagi, Selasa (16/2/2106).
Kurang lebih 1000 aparat gabungan dari kepolisian, Satpoll PP dan TNI diturunkan di beberapa titik dalam rangka pematokan yang dilakukan oleh pihak BPN kulonprogo.
Belum diketahui maksud dari kegiatan tersebut. Namun informasi yang beredar di masyarakat, kegiatan tersebut dalam rangka mencocokan data pertanahan, karena adanya pendataan yang salah, atau untuk koordinat lainnya.
Proses pematokan berlangsung di beberapa titik tempat, yaitu Desa Palihan, Kragon II, jam 10.00 pagi, Bapangan, Glagah, sekitar jam 11.30, Sidorejo 2 kali Pengukuran yang pertama 11.30 dan kedua 14.30.
Bentrokan tak terelakan, aparat main ujuk kuasa dengan kekerasan, padahal warga tak melakukan kekerasan dan tak anarkis.
Insiden yang terjadi di Sidorejo terjadi pada tanah di daerah pemukiman.
Pematokan kedua di Sidorejo disertai dengan kekerasan.
Warga yang kebanyakan para petani dari Wahana Tri Tunggal (WTT), berkeberatan dengan proses pematokan.
Aparat kepolisian yang mengawal jalannya pematokan dipimpin langsung oleh Kapolres Kulonprogo AKBP Nanang Djunadi.
Sedari awal mereka tidak memberi ruang negosiasi kepada para warga yang berkumpul dan berkeberatan di lokasi pematokan terakhir.
Aksi kekerasan seperti hujan pukulan dan tendangan, serta intimidasi lainya dilakukam oleh personil aparat.
Bahkan sempat ada anak-anak yang terinjak, saat polisi membubarkan warga yang berkumpul.
Ada warga yang dicekik dan jatuh pingsan akibat kekerasan.
Bahkan beberapa barang milik petani seperti motor dan meja bibit tanaman cabai dipekarangan juga sampai rusak.
Hal itu akibat polisi menggunakan kekerasan untuk meringsek masuk.
Seorang ibu-ibu terlihat diborgol oleh aparat. Para warga hanya menangis dan mengeluhkan aksi kekerasan yang tak manusiawi.
Berikut ini adalah nama-nama yang menjadi korban aksi kekerasan oleh pihak kepolisian :
1. Prayogo Andi Wibowo
2. Dita Prihantanto
3. Muhamdi
4. Warsiyad
5. Dwi Sukantar
6. Suwanto
7. Suroto
8. Sukirman
9. Wagino
10. Sipiyo
Perempuan :
11. Sunarti
12. Elli
13. Tri
14. Sumarni
15. Suprihatin (dibawa ke puskesmas karena pingsan diinjak dan pukul)
Aksi kekerasan dibalik rencana pembangunan bandara baru di Kulonprogo tersebut, menunjukan pemerintah tidak memiliki niat baik, dan lebih mengedepankan pemaksaaan agar bisa melakukan pembangunan bandara.
Proyek bandara baru yang merupakan salah satu proyek MP3EI, dan dijalankan dengan dasar UU No 2 tahun 2012 Pembasan lahan untuk kepentingan Umum, menunjukan model pembangunan yang sarat perampasan tanah dan mengkerdilkan posisi tawar rakyat dalam pembangunan, khususnya kaum tani.
Warga sama sekali tidak mendapatkan uang ganti rugi, meskipun banyak dari mereka yang sudah puluhan tahun tahun menggarap lahan tersebut.
Aksi kekerasan ini juga menunjukan bahwa Pemerintah DI Yogyakarta melakukan upaya yang mengarah pada penggusuran paksa yang bertentangan dengan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi oleh UU No 11 tahun 2005.
Aksi kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian bertentangan kovenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi dengan UU No 12 tahun 2005.