PENGIRIM: Ricky Tamba/Jaringan '98
TRIBUNNERS - Kondisi ekonomi-politik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semakin mengkhawatirkan.
Disintegrasi merebak dan peran negara meredup, yang bila tak ditangani dengan bijak dapat berujung pada eskalasi gerakan perlawanan rakyat yang resah.
"Banyak program Kabinet Kerja Jokowi-JK hanya karitatif dan seremonial belaka, tak sentuh problem pokok rakyat yakni penciptaan lapangan kerja dan kondusifitas perburuhan, serta peningkatan produktivitas pertanian secara sistemik. Mirisnya, modal asing nekolim neoliberalisme menggempur hingga pelosok NKRI, hancurkan ekonomi nasional yang mandiri dan berdaulat!" ujar Jurubicara Jaringan '98, Ricky Tamba kepada media, Rabu (13/7/2016).
Jaringan '98 menilai mayoritas menteri masih harus belajar keras tentang tata cara pembuatan kebijakan publik agar implementatif dan bermanfaat.
Keputusan sering diambil spontan tak detil, serta emosional guna pencitraan. Padahal, kebijakannya justru membuat rakyat marah.
Dalam perspektif kebangsaan, lanjut Ricky, pemerintah sepertinya begitu tunduk pada doktrin-doktrin pasar bebas sehingga banyak gagasan yang katanya untuk menarik modal dilakukan, sambil abaikan hak konstitusi rakyat.
"Ini bukan lagi neoliberal tapi sudah ultraliberal. Semakin hari semakin jauh dari janji Nawacita dan Trisakti. Sebagai aktivis, kami bisa rasakan bahwa gejala perlawanan rakyat yang menjelma ke people power akan menjadi kenyataan," kritiknya.
Langkah mendesak yang harus dilakukan Presiden Jokowi, saran Ricky, adalah reshuffle kabinet secara cerdas, kreatif dan inovatif.
Bila reshuffle masih dengan pendekatan politik transaksional, banyak tokoh-tokoh non partai yang berintegritas dan konsisten dalam perjuangan kerakyatan semakin mustahil masuk dalam pemerintahan.
"Bila ini yang terjadi, takkan ada perubahan Kabinet Kerja, khianati janji Pilpres 2014. Hati-hati. Salah reshuffle bisa people power!" pungkasnya.