News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Catatan Safari Dakwah di Eropa

Menelusuri Jejak Kejayaan Islam di Masjid Granada

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tampak menara Masjid Jami Granada. Masjid ini berada di samping Gereja San Nicholas di distrik Albayzin, kota tua bangsa Moor, sebutan orang Muslim abad pertengahan yang tinggal di Andalusia dan juga Maroko dan Afrika barat. Budaya mereka disebut Moorish. WWW.TOKITAN.TV

Memori umat Muslim Granada yang telah mengakar selama delapan abad di Semenanjung Iberia seolah terkubur dan hampir tak berbekas. Identitas sebagai Muslim sengaja disembunyikan untuk mendapat pengakuan sebagai warga negara Spanyol berbilang tahun.


Tempat wudu di Masjid Jami Granada, Spanyol, yang masih menyisakan keramik berornamen khas Moorish. BEAUTIFULMOSQUE.COM

Dengan berdirinya masjid ini pada 2003 silam seakan kejayaan Islam di Granada kembali. Setelah lima abad lamanya semua hal berbau Moorish, entah bahasa, tradisi, makanan sampai baju dilarang keras sejak kejayaan Islam runtuh di Andalusia.

Masjid Jami Granada menjadi simbol pertama keberadaan kaum Muslim di Granada sejak lampau. Setelah hampir 22 tahun, melalui bermacam kontroversi dan penolakan dari Pemerintah Granada, masjid putih dengan arsitektur gabungan antara Mezquita di Cordoba dan Masjid Al-Aqsa di Jerussalem kembali berdiri kokoh.


Istana Alhambra di Granada, Spanyol. WIKIPEDIA

Rasa-rasanya masjid ini bukan sebatas bangunan biasa untuk beribadah, namun lebih dari itu. Bangunan ini seperti mempunyai ruh, sehingga mampu mengembalikan romantisme kegemilangan peradaban Muslim Andalusia ketika itu. Meski nyatanya Granada sekarang bukanlah Granada beberapa abad silam.

Saat saya memasuki Masjid Jami Granada ini awalnya gerbang terkunci. Sesaat menunggu tampak seorang pria bule berpakaian rapi menyapa. Ia memperkenalkan namanya Bashir Cadtineria, penduduk setempat. Rupanya saya bertemu langsung Direktur Masjid Jami Granada. Ia seorang mualaf, usianya sekitar 30-an.

Seperti bertemu saudara lama yang tak pernah berjumpa, ia membagi ceritanya kepada saya tentang masjid di Granada. Masjid yang sedang saya kunjungi satu-satunya di Granada. Ada tempat lain tapi lingkupnya musala. Ia mempersilakan saya masuk ke dalam masjid untuk salat tahiyatul masjid. Perbincangan melebar, menyoal masjid dan umat Islam di Spanyol, khususnya Granada.

Bashir bercerita masjid ini merupakan sentrum peradaban umat Islam di Granada. Di masjid ini pula terdapat pusat kajian Islam yang bertujuan mengenalkan peradaban Islam yang toleran dan moderat, jauh dari sangkaan orang Eropa kebanyakan.

Pusat kajian Islam menempati ruang terpisah dengan bangunan masjid, tepatnya berada di lantai bawah. Ruangan ini terdiri dari perpustakaan, ruang kelas dan ruang konferensi.

Masjid Jami Granada menjadi rumah sekitar 500 Muslim yang berada tak jauh dari distrik Albayzin. Kehadirannya kembali membuka lipatan kejayaan Islam yang pernah ada Granada. Kehadiran mereka tak terkait kekuasaan, tapi menegaskan sebagai kesatuan warga negara Spanyol yang berhak beribadah setelah sekian lama diasingkan.

Islam bukan penjajah dan bukan haus darah, tetapi Islam mengajarkan cara hidup yang sesuai fitrah manusia. Mudah-mudah para muajahid ini sukses di medan perjuangannya di Negeri Matador.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini