TRIBUNNERS - Dalam UU Pemilu nanti, salah satu poin yang bagi kami cukup krusial adalah saksi partai politik yang dilatih oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia.
Dalam perkembangannya saksi dari partai politik untuk mengawasli jalannya tahapan, khususnya hari H atau pemungutan suara dan tahapan rekapitulasi, yang tadinya dibiyai oleh Negara namun kini disepakati dibiayai oleh partai politik.
Berikut pandangan kami Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) terkait saksi dari partai politik:
Pertama, kami Serikat Kerakyatan Politik (SAKTI), merasa ada kejanggalan, mengapa saksi parpol harus dilatih Bawaslu?Padahal pelatihan saksi merupakan bentuk kaderisasi anggota parpol yang merupakan tugas dari partai politik. Pansus harus menjelaskan ini kepada publik! “tidak ada asap kalau tidak ada api.”
Kedua, pelatihan saksi parpol akan membuat Bawaslu terseok-seok, mengingat tugas dan kewajiban Bawaslu pada pemilu serentak akan semakin berat, sehingga akan mengganggu konsentrasi Bawaslu dalam mengawasi tahapan-tahapan pemilu.
Ketiga, kami menilai bahwa adanya saksi parpol adalah pelecehan atau ketidakpercayaan terhadap penyelenggara, khususnya pengawas pemilu. Tidak tertutup kemungkinan saksi parpol mempunyai agenda tersendiri, disamping mengawasi pemungutan suara dan rekap, juga mengawasi pengawas pemilu yang khawatir mereka jajaran Bawaslu tidak independen.
Keempat, saksi parpol yang biayanya dari parpol dikhawatirkan akan menciderai indepedensi Bawaslu sebagai lembaga pengawas yang independen. Belum lagi ke depan harus dijelaskan secara rinci dan tegas dalam UU Pemilu maupun Perbawaslu mengenai saksi parpol ini, untuk menjaga independensi Bawaslu sebagai garda terdepan pengawas independen yang formal.
Mengapa? Karena setiap parpol memiliki strategi yang berbeda dalam pembekalan penguatan saksi-saksi di lapangan. Misalnya, Partai Politik A karena mereka menggelontorkan dana yang cukup besar di darah tertentu, ingin saksi-saksinya dilatih seperti ini, begitu juga parpol B ingin saksi-saksinya seperti dilatih seperti itu, dan seterusnya. Hal ini merupakan bentuk intervensi partai politik terhdap lembaga penyelenggara pemilu.
Kelima, kekhawatiran kami yang terakhir adalah Bawaslu seperti akan menjadi “bemper politik” partai politik terkait saksi-saksi.
Bila saksi-saksi parpol yang dilatih melakukan kesalahan baik kesalahan yang sedang maupun berat. Walau memang kesalahan saksi bersifat individual, atau berasal dari parpol.
Namun demikian tetap saja secara tidak langsung publik akan melirik Bawaslu sebagai pelatihnya, maka public distrust terhadap Bawaslu akan meningkat. Istilahnya dalam pertandingan bola, sebuah tim kalah, karena pelatihnya yang salah strategi atau tidak becus, pendukungnya akan menyalahkan pelatihnya.
Oleh karena itu, Bawaslu dalam hal saksi-saksi partai politik harulah sangat super hati-hati dalam menanganinya.
Girindra Sandino
Sekjend Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI)