Oleh: Taufik Hidayat
Tidak ada hujan dan badai, tiba-tiba muncul sebuah kehebohan baru di pentas olahraga Indonesia akhir pekan lalu.
Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dibubarkan oleh pemerintah. Presiden Joko Widodo membubarkan Satlak Prima demi memotong alur birokrasi anggaran Asian Games 2018.
Kebijakan ini dengan tujuan agar jarak antara pengambil keputusan dan pelaksanaan Asian Games 2018 lebih pendek. Satlak Prima pun segera dibubarkan.
Kebijakan itu memang sudah diambil oleh pemerintah. Rasanya susah untuk dibatalkan. Cuma, dari kacamata sebagai mantan atlet, saya bertanya, apa pembubaran Satlak Prima itu akan menyelesaikan masalah? Apalagi, penyelenggaraan Asian Games 2018 tinggal 10 atau 11 bulan lagi. Waktunya demikian mepet.
Dari berita yang saya baca, proses birokrasi penyaluran dana pemusatan latihan nasional selama ini dinilai terlalu panjang. Ini yang menjadi biang kerok permasalahannya.
Dengan pembubaran Satlak Prima, diharapkan pengambilan keputusan makin cepat. Tidak ada lagi masalah yang menyangkut, seperti keterlambatan soal uang saku, pembelian peralatan baru, dan kebutuhan pelatnas lainnya.
Cuma, sepertinya para pembisik bagi pembuat keputusan di atas tidak tahu. Sejatinya Satlak Prima itu adalah lembaga pembuat program latihan agar performa para atlet elite dan andalan bisa lebih optimal. Satlak Prima fungsinya hanya membantu dan mendukung induk-induk organisasi dengan berbagai program untuk meningkatkan performa para atlet bisa tampil optimal.
Untuk diketahui pula, Satlak Prima tidak pernah mengurusi soal masalah keuangan dan distribusi penyaluran dana bagi pelatnas.
Segala urusan uang dan penyaluran dana bagi kebutuhan pelatnas, semua birokrasi dan KPA-nya ada di Kemenpora. Jadi menurut saya, pembubaran Satlak Prima ini blunder dan salah arah!
Yang lebih aneh lagi, setelah Satlak Prima dibubarkan, kabarnya KONI akan diberi peran lebih besar. Ini juga menggelikan.
Birokrasi panjang yang katanya ingin dipangkas, namun kembali melibatkan lembaga lain. Ini artinya cuma ganti nama saja. Saya rasa birokrasinya tetap panjang dan berbelit.
Menyangkut pengalihan tanggung jawab untuk meningkatkan performa atlet elite kepada induk organisasi, tidak semua PB-PB memiliki kemampuan dan berkecukupan dana untuk menjalankan pelatnas secara mandiri.
Dari sekian banyak induk organisasi olahraga di Tanah Air, hanya segelintir yang memiliki kemampuan dalam melakukan pembinaan prestasi. Mungkin baru PP PBSI.