News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Denny JA Sebut Tahun 2018 Akan Jadi Tonggak Angkatan Puisi Esai

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Denny JA

TRIBUNNERS - Tahun 2018 segera menjadi tonggak lahirnya angkatan baru dalam puisi Indonesia. Itu angkatan puisi esai.

Denny JA yang dianggap penggagas puisi esai itu pun memberikan alasan.

Menurutnya, tahun ini segera terbit 34 buku puisi esai di 34 provinsi seluruh Indonesia. Puisi esai itu ditulis oleh 170 penyair, penulis, aktivis, peneliti dan jurnalis dari Aceh hingga Papua.

Baca: Ace Hasan Minta Mendagri Pertimbangkan Usulan Penjabat Gubernur

Sebanyak 170 puisi itu memunculkan lima ciri yang sama.

Pertama, semua 170 puisi ini menghadirkan fakta dan fiksi, meski ada satu peristiwa sosial yang nyata di dalamnya. Namun dalam puisi ini tetap kisah fiksi yang utama.

Kedua, semua 170 puisi ini panjang minimal 2000 kata. Umumnya puisi di zaman ini bisa ditulis cukup satu atau dua halaman. Tapi 170 puisi ini memakan hingga 10 halaman bahkan lebih.

Ketiga, semua 170 puisi memiliki minimal 10 catatan kaki. Seperti makalah ilmiah, hadir catatan kaki yang menunjukkan peristiwa sosial di dalam puisi adalah nyata. Ada sumber informasi yang bisa dilacak. Ada riset minimal dalam puisi ini.

Keempat, semua 170 puisi memiliki drama. Ada hubungan pribadi yang berkembang dalam puisi. Ini layaknya cerita pendek yang dipuisikan.

Kelima, ini tambahan, semua 170 puisi lahir di momen yang sama. Ia menjadi penanda sebuah masa. Ia menjadi karya sebuah generasi.

Mengikuti kerangka yang dibuat oleh David Fishelov, syarat kelahiran sebuah genre dalam dunia sastra terpenuhi. Tentu kelima ciri puisi di atas bukan sama sekali baru. Masing masing ciri sudah pernah ada.

Tak ada apapun di masa kini yang 100 persen baru. Namun kombinasi lima karya itu dalam satu kesatuan, itu yang membuat memberi corak baru. Lima ciri itu tak bisa dimasukkan lagi dalam kerangka genre sebelumnya.

Menurut Denny, kemunculan sejumlah karya ini menjadi magnet komunitas. Lahir pro dan kontra. Kritikus, komentator dan analis datang untuk memberikan review. Ada yang mendukung. Ada yang menolak.

Sapardi Djoko Damono (2012) misalnya menulis “Ini sejenis karangan yang belum pernah saya dapati dalam kesusastraan Indonesia sebelumnya. Ia menyebutnya puisi esai.”

Sutarji Calzoum Bachry menulis: “bagi saya puisi esai adalah puisi pintar. Yang dengan berbagai data, fakta, argumentasi bisa memberikan kepintaran bagi pembaca untuk memahami..."

Belasan pro dan kontra para pakar soal puisi esai sudah dibukukan dalam buku “Puisi Esai, Kemungkinan Baru Puisi Indonesia,” dengan editor Acep Zamzam Noor.

Dalam buku ini terdapat tulisan Ignes Kleden, Leon Agusta, Maman S Mahayana, Jamal D Rahman, Agus Sarjono, dan sebagainya.

Bahkan puisi esai sudah pula menjadi seminar internasional di Sabah Malaysia. Kritrikus dan sastrawan Asia Tenggara secara khusus membahas 22 buku puisi esai Denny JA. Itupun sudah dibukukan dalam “Temu Sastrawan Asia Tenggara: Isu Sosial Dalam Puisi.”

Tak kurang gegap gempita pro dan kontra di media, berita online bahkan sosial media. Dalam 10 tahun terakhir, bahkan mungkin 30 terakhir, tak ada gegap gempita dalam dunia sastra sebagaimana yang dialami oleh pro dan kontra puisi esai. Ini sendiri sebuah penanda bahwa puisi esai berhasil menjadi magnet zamannya.

Ketika ditanya bagaimana soal munculnya banyak petisi yang menolak kehadiran puisi esai di banyak komuniyas?

Kata Denny, semua genre di masa awalnya selalu terjadi penolakan.!Tak hanya di bidang sastra. Bahkan agama yang diyakini sebagai wahyu Tuhan tetap menghasilkan pro dan kontra yang sama.

Namun Denny juga menambahkan, soal puisi esai genre baru atau bukan, angkatan baru atau bukan, biarlah sejarah yang menilai. Jokowi punya prinsip: kerja, kerja, kerja. Para kreator ujar Denny, prinsipnya seharusnya hanya peduli pada: karya, karya, karya!*

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini