Oleh: Noura Fadhilah
(Saya perempuan, dengan latar belakang aktivis LSM dan ketua yayasan aku perempuan yang melakukan banyak pendampingan pada kasus kekerasan pada perempuan dan anak dalam rumah tangga, juga perempuan korban kekerasan tenaga kerja asing(TKW), serta pendampingan pada kasus pelacur anak-anak di wilayah lingkar tambang. Saya Juga ketua lembaga pendidikan Vitalitera, yang saat ini masih fokus pada membuka taman-taman bacaan di daerah yang minat bacanya masih rendah karna kurangnya ketersediaan buku-buku yang punya kualitas bagus, selain itu saya juga politisi muda yang sedang meniti karir di dunia politik).
TRIBUNNEWS.COM - Cawapres jomblo menjadi ledekan yang begitu sering kita dengar ahir-ahir ini baik di stasiun TV atau dalam diskusi-diskusi publik terkait Pilpres yang di tujukan kepada Cak Imin dan PKB.
Banyak Sindiran-sindiran lain yang juga harus di terima oleh Cak Imin dan oleh banyak kader PKB, atas keinginan dan harapan mereka pada Ketumnya, agar Cak Imin bersedia mencalonkan diri menjadi wakil presiden di 2019 nanti.
Saya rasa tidak ada satu pun partai atau kader partai yang tidak mengharapkan ketum partainya bisa meraih posisi presiden atau wakil presiden. Karena itu berarti, harapan dan cita-cita partai mereka tentang Indonesia akan menemukan realitanya, jika pimpinan partai mereka menjadi orang nomer 1 atau nomer 2 di negeri ini.
PKB adalah partai yang lahir dari Doa dan buah pikiran para Kiyai dan ulama. Sebagai partai yang lahir dari rahim NU, tentunya ada kesantunan ala Islam tradisional yang di ajarkan di pondok-pondok pesantren yang juga di wariskan dan menjadi WAY (jalan, arah atau cara) bagi PKB dalam Merespon atau memaknai sesuatu.
Ledekan sebagai cawapres jomblo mungkin terlihat begitu miris dan cukup menyedihkan. Di katai belum ada yang meminang tapi sudah menyatakan diri akan maju sebagai cawapres.
Tapi PKB punya argumentasi rasional sendiri atas pilihan sikap nya, yang di tertawai dan menjadi bahan ledekan partai lain dan banyak pihak.
Jika para Kader PKB dengan Percaya diri mendorong Ketum nya untuk maju sebagai calon Presiden, apa kah itu tidak akan di maknai, bahwa PKB merasa kepemimpinan Presiden Jokowi ini memiliki banyak persoalan sehingga tidak perlu diberikan kesempatan kembali untuk 2019.
Akan tetapi, PKB memilih mengedepankan kesantunan dan menekan ego kepartaian. Hanya merasa cukup puas jika bisa mendorong Ketum partainya menjadi Cawapres Presiden jokowi di pemilu 2019, Karna PKB memberikan apresiasi yang baik atas kerja pemerintahan Presiden Jokowi.
Kesantunan dalam budaya keseharian bangsa kita, ini semakin hari semakin tergerus. Nilai-nilai kesantunan berganti dengan sikap egaliter atau kesetaraan dalam segala hal. Bukan ingin mengembalikan nilai-nilai feodalisme, namun mendidik anak bangsa tidak cukup hanya dengan retorika tanpa legacy.
Pilihan PKB menyebutkan harapannya dan mendorong Ketumnya menjadi wakil presiden Jokowi, karna PKB menghargai kepemimpinan presiden Jokowi. Karna bagaimanapun Presiden Jokowi juga manusia yang memiliki perasaan, bukan malaikat apa lagi robot.
Presiden Jokowi sebagai manusia biasa, saya rasa tentunya berharap semua partai mitra koalisinya yang hari ini menjadi bagian dari pemerintahannya, bisa kembali mendukung presiden Jokowi di pemilu 2019 nanti, termasuk PKB pastinya.
Ada nilai-nilai baik yang ingin disampaikan oleh PKB dengan pilihan mendorong Ketumnya, hanya pada posisi wakil Presiden, dengan harapan nilai-nilai ini akan menjadi legacy bagi generasi selanjutnya dalam memandang kekuasaan.