News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Hari Pendidikan Nasional

Pendidikan Gelombang Ketiga

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anis Matta.

Baru 17 tahun setelah Sumpah Pemuda itu, cita-cita berdirinya negara merdaka terwujud melalui Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Lengkap sudah proses menjadi Indonesia sebagai negara-bangsa.

Setelah merdeka kita memasuki gelombang kedua yang saya beri nama “mewujudkan negara-bangsa modern”. Pada periode ini, yang berlangsung sejak Orde Lama, Orde baru, dan “orde” Reformasi, kita mencoba mencari sistem politik dan ekonomi yang sesuai, serta mencari keseimbangan antara kebebasan dan kesejahteraan.

Kita belajar bahwa pada Orde Lama ada kebebasan tetapi tidak ada kemakmuran, sementara pada Orde Baru perut kenyang tapi mulut dibungkam. Ketika Reformasi bergulir yang dipicu salah satunya oleh krisis moneter 1997, kita mulai menemukan keseimbangan-keseimbangan di bidang peran negara, kebebasan, otonomi daerah, dan distribusi kesejahteraan.

Gelombang kedua mengantarkan kita menjadi negara-bangsa modern dengan konstitusi yang kuat dan modern, pengaturan peran negara, dan pelembagaan proses demokrasi.

Salah satu ketegangan selama gelombang kedua ini adalah dialektika antara negara dan agama (khususnya Islam) dalam penerimaan Pancasila. Namun, kini kita sudah menemukan titik temu dan menjadikan Pancasila sebagai konsensus nasional.

Setelah dua puluh tahun Reformasi, kita mulai memasuki gelombang ketiga sejarah Indonesia, suatu teritori yang sama sekali baru. Gelombang sejarah ini terbentuk oleh berakhirnya Perang Dingin, makin pentingnya teknologi dan internet dalam kehidupan sehari-hari, dan kesedaran global citizenship.

Dalam gelombang sejarah ini muncul pula nilai-nilai baru dalam segitiga agama, pengetahuan, dan kesejahteraan. Kita juga menyaksikan lahirnya anak-anak “native democracy”, yaitu mereka yang sejak lahir menghirup udara demokrasi dan kebebasan. Bagi mereka, demokrasi adalah sesuatu yang terberi dan sudah seharusnya, bukan sesuatu yang perlu diperjuangan berdarah-darah.

Manusia Gelombang Ketiga

Setiap episode sejarah menyediakan tantangan untuk dijawab oleh manusia. Gelombang ketiga adalah tentang keterhubungan (connectedness) dan jejaring (network).

Karena itu, agar bangsa ini unggul dalam persaingan global, kita perlu mengembangkan sejumlah pola pikir (mindset) yang tepat. Saya mengusulkan empat elemen yang harus ditanamkan dalam mindset manusia gelombang ketiga.

Pertama, arsitektural. Pola pikir pertama yang harus dimiliki adalah kesadaran bahwa manusia adalah subyek dan pelaku utama dalam peradaban.

Sebagai pelaku utama maka manusia bertanggung jawab untuk membuat sebuah grand design, atau dalam bahasa gelombang ketiga sebuah operating system, yang akan menjadi platform untuk segala aktivitas kehidupan.

Kemampuan imaji dan desain ini mirip dengan kemampuan seorang arsitek yang harus mengimajinasikan dan membayangkan desain dari sebuah bangunan yang asalnya tidak ada menjadi ada sekaligus merespon ruang yang terhampar di hadapannya; sebuah kemampuan penciptaan.

Kedua, fungsional. Setelah proses imaji dan desain, langkah selanjutnya adalah mewujudkannya. Proses pemwujudan ini bergantung pada kemampuan kita untuk menilik segala yang ada disekitar kita sebagai kesempatan dan sumber daya yang dapat difungsikan untuk mewujudkan desain itu. Kita selalu mencari fungsi dan faedah dari apapun yang ada di sekitar kita.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini