News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Hakim Sebut Persoalan Jual Beli Bukan Objek Sengketa Kepailitan

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Niaga Jakarta menolak gugatan permohonan Penunundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Krisna Murti dan Tavipiani Agustina terhadap PT Bangun Laksana Persada.

Dalam amar utusan yang dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Duta Baskara menyatakan, objek sengketa berupa sertifikat jual beli sebidang tanah kavling Blok FB-02 seluas 930 M2 yang terletak di Kelurahan Kelurahan Laksana, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang bukan termasuk objek gugatan yang disyaratkan dalam Undang-undang Kepailitan.

Hakim berpendapat bahwa tanah kavling yang dibeli oleh pemohon dengan harga Rp 2,5 miliar merupakan persoalan hutang piutang yang belum jatuh tempo.

"Menolak permohonan PKPU pemohon dan membebankan biaya perkara kepada pemohon," kata hakim ketua Duta Baskara pada amar putusannya yang dibacakan di Pengadilan Niaga Jakarta, Selasa (5/6/2018).

Jika merujuk terbitnya akta jual beli No. 7 tanggal 12 Maret 2018 kedua pihak sudah bersepakat bahwa sertifikat itu masih dalam pengurusan. Sehingga, kata hakim, keberatan pemohon tak beralasan.

Alfin Suherman, kuasa hukum PT Bangun Laksana Persada menyambut baik vonis yang dibacakan majelis hakim. Sedari awal dia merasa yakin hakim akan menolak gugatan terhadap kliennya karena apa yang disengketakan bukan termasuk objek kepailitan.

"Hubungan antara pemohon dan termohon PKPU adalah murni pengikatan jual beli dan tidak kaitannya dengan masalah hutang piutang seperti diatur dalam UU Kepailitan," ujar Alfin usai sidang.

Lebih lanjut ia menjelaskan pada perjanjian jual beli yang tertuang dalam akta Notaris/PPAT Silvia Abbas Sudrajat. SH. SpN. No. 7 tanggal 12 Maret 2018 antara pihak PT Bangun Laksana Persada dan Tavipiani Agustina jelas disebutkan sertifikat yang menjadi objek jual beli masih dalam proses pengurusan.

"Di pasal 6 sudah jelas disebutkan kami selaku pihak termohon akan menyerahkan Kavling itu kepada pihak pemohon pada tanggal 31 Maret 2018," sebutnya.

Anehnya, pihak pemohon justru menolak penyerahan unit tanah kavling tersebut, tapi justru meminta diserahkannya sertifikat.

Padahal, lanjut Alfin, dalam perjanjian jelas disebutkan bukan sertifikat yang akan diserahkan, tapi penyerahan kavling yang akan diterima oleh pemohon.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini