Sayang sekali saya tak bersua dengan Eko. Padahal saya ingin mengusulkan, sekiranya tatakan/taplak dari bahan kertas yang ada di setiap meja dicetak berkala dengan aneka informasi dan foto tentang Indonesia.
Misalnya informasi ringan jika Anda mau ke Jakarta atau Bali silahkan pakai penerbangan ini dan itu dengan total durasi penerbangan sekian jam. Atau misalnya lagi, ada kalimat: setiap 17 Agustus rakyat Indonesia merayakan hari kemerdekaannya.
Taplak berbahan kertas ini bisa diproduksi berkala setiap per 4 bulan misalnya. Namun yang tak kalah pentingnya adalah menyebarkan informasi secara masif kepada warga dan turis turis yang berkunjung ke Kyiv agar mengenal Indonesia. Tentu saja semua itu wajib dibalut dengan program program kreatif.
Kembali ke urusan lidah dan kerongkongan, cita rasa masakan di resto ini sungguh sangat Indonesia. Pas di lidah orang kampung seperti saya. Istimewanya, penyajiannya mengesankan kemewahan.
Semestinya kuliner Indonesia memang wajib lebih bersolek agar menggairahkan dipandang. Dengan demikian diplomasi lewat kuliner lebih mudah merebut pasar warga asing. Makanan Barat, di cita rasa lidah orang Indonesia cenderung hambar, namun elok dipandang mata. Sementara makanan Indonesia meriah beragam rasa olahan aneka rempah tapi kerap abai dalam penampilan.
Indonesia Social Kitchen amat peduli pada sentuhan artistik detail penyajian. Ada rasa bangga menikmati gado gado dan laksa karena tertata apik dan tentu memikat untuk dipotret, terutama bagi yang doyan meng-upload di sosial media. Intinya makanan tersebut sangat 'Instgramable'. Kini makan tak lagi sekedar untuk kenyang, lebih dari itu ada penjelajahan lidah dan mata yang sifatnya rekreasi.
Di samping meja kami, seorang pria setengah baya sedang menikmati nasi putih dan ikan bakar bumbu. Saya menyapanya. Nama Jerry warga negara Inggris yang berprofesi guru SMA di Bahrain. Jerry sedang berlibur di Kyiv dan kebetulan sedang mengitari jalan utama sekitar restoran Indonesia ini.
Jerry mengaku baru pertama kali mencoba masakan Indonesia. "Rasanya oke, tadi saya baca menu nya dan saya terpanggil untuk mencoba makanan Indonesia," ungkapnya.
Makan malam usai, kami bersiap menyeimbangkan perut dengan berjalan kaki. Gerimis halus sudah turun di luar.
Belum lagi kaki meninggalkan teras restoran, tiba tiba Oleksi sang manajer restoran mengejar kami. Saya terkejut. Ada apa?
Oleksi pemuda Ukraina berusia 29 tahun yang pernah bekerja di Shanghai dan Beijing menyampaikan permohonan maaf nya. Oleksi lupa, semestinya ia memangkas harga makanan buat kami. Katanya bagi warga Indonesia yang makan wajib mendapatkan potongan harga sebesar 20 persen.
Untuk ukuran luar negeri harga makanan di restoran ini terbilang murah. Empat jenis menu termasuk minum hanya sekitar 700 Hryvnia yang jika dirupiahkan berkisar 350 ribu rupiah. Serupa makanan tersebut di restoran Indonesia di New York atau Los Angelas harganya bisa dua tiga kali lipat.
Tentu kami senang. Makan enak dan dapat kejutan korting lagi. Terima kasih Oleksi. Kami pun bersiap berlari lari kecil mengejar tontonan live pertandingan piala dunia Crotia melawan Denmark di sebuah cafe di kawasan Arena Kyiv.
Sayup sayup lagu Indonesia masa kini dari dalam restoran melepas langkah kami. Judulnya 'Separuh Aku'.
yang dilantunkan Ariel Noah. Syairnya menukik:
Dengar laraku/Suara hati ini memanggil namamu/Karena separuh aku/Menyentuh laramu/Semua lukamu telah menjadi lirihku/Karena separuh aku Dirimu.
Selamat malam dari Ukraina!