Oleh: Karyudi Sutajah Putra
TRIBUNNEWS.COM - Bahwa Presiden Joko Widodo maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2019 tampaknya suatu keniscayaan. Yang belum niscaya adalah siapa calon wakil presidennya.
Usai bertemu para Aktivis 1998 di Kemayoran, Jakarta, Sabtu (7/7/2018), Jokowi mengaku sudah mengantongi nama cawapresnya, tinggal mengumumkan, tapi ia tak mau membocorkan. Pendaftaran capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibuka pada 4-10 Agustus 2018.
Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah cawapres yang menurut PDIP paling potensial mendampingi Jokowi kembali pada Pilpres 2019 karena chemistry-nya.
Tapi, JK terhalang Pasal 7 UUD 1945 dan Pasal 169 huruf N Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, karena sudah dua kali menjabat wapres (2004-2009 dan 2014-2019).
Sebab itu, JK kini sibuk bermanuver, baik solo (sendiri) yang diprediksi membidik kursi RI-1, maupun duet bersama Anies Baswedan yang diprediksi sedang ia proyeksikan menjadi capres/cawapres.
Baca: TGB Dukung Jokowi, Ali Ngabalin Sindir Alumni 212
Anies juga salah satu nama yang disebut bisa mendampingi Jokowi, tapi mungkin Gubernur DKI Jakarta itu, jika memang maju di Pilpres 2019, lebih memilih Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai patronnya.
Nama lain yang disebut adalah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) TNI Gatot Nurmantyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Kepala Kantor Sekretariat Presiden (KSP) Jenderal (Purn) TNI Moeldoko, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy dan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi atau lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Bajang (TGB).
Entah apa yang berkecamuk dalam benaknya, tiba-tiba ada perubahan sikap TBG secara signifikan, kalau tak boleh dibilang berbalik 180 derajat, terhadap petahana Jokowi.
Bila selama ini dikesankan sebagai oposan, kini ia justru mendukung Jokowi menjabat presiden dua periode, dengan pertimbangan kemaslahatan bangsa, kepentingan umat, dan akal sehat.
Peluang TGB menjadi cawapres Jokowi pun kian meroket usai menyatakan dukungannya terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta dan Walikota Surakarta itu dalam Pilpres 2019, Rabu (4/7/2018).
Sebagai catatan, TGB ikut turun ke jalan dalam Aksi Bela Islam II pada 4 November 2016 (411) yang menuntut Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Gubernur DKI Jakarta saat itu, diadili dalam kasus penistaan agama.
TGB kembali aktif dalam Aksi Bela Islam III, 2 Desember 2016 (212), dengan tuntutan yang sama. Di pihak lain, hubungan Jokowi-Ahok ada yang menganalogikan sebagai patron-klien. Namun, kini TGB justru mendukung Jokowi.
Perubahan sikap itulah yang kemudian membuat teman-teman oposan TGB, seperti PA 212, Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) kebakaran jenggot. Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Gerindra dan juga Wakil Ketua DPR RI, menyeut TGB “lemah iman”. Prabowo menilai sikap TGB itu wajar-wajar saja di era demokrasi ini.
Ferry Juliantono, Wakil Ketua Umum Gerindra lainnya, menyatakan, masyarakat sudah bisa melihat secara gamblang apa yang melatari TGB mendukung Jokowi.
Apalagi, katanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah membuka penyelidikan terkait divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang kini berubah nama menjadi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Dalam kasus ini, nama TGB dikaitkan sebagai pihak yang meminta agar melepas saham 6% PT NNT yang dimiliki tiga daerah, yakni Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa dan Pemkab Sumbawa Barat di PT Daerah Maju Bersaing (DMB). Mei lalu, TGB memang pernah menjalani pemeriksaan di KPK, namun tidak dijelaskan asalan pemeriksaan itu. Pihak KPK hanya berdalih kasus tersebut baru dalam tahap “pulbaket” (pengumplan bahan dan keterangan).
"Sama sekali tidak ada. Saya tidak pernah dalam hidup saya memutuskan sesuatu yang di luar keyakinan saya sebagai manusia," kata TGB di Jakarta, Rabu (4/7/2018), membantah tudingan ia mendukung Jokowi karena pernah diperiksa KPK.
Mungkinkah TGB menerima deal politik hendak dijadikan cawapres Jokowi? Kita tidak tahu pasti. Yang pasti, di dunia politik tak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi adalah kepentingan.
Jokowi berkepentingan menggaet suara kalangan muslim, karena selama ini terstigmatisasi komunis dan memusuhi ulama. TGB yang Ketua Alumni Universitas Al Azhar, Mesir, Cabang Indonesia, itu, selama ini diidentifikasi sebagai pelantang suara dan aspirasi umat Islam, sehingga dengan itu Jokowi bisa meredam stigma negatif tersebut.
Jokowi juga berkepentingan menggaet suara masyarakat Indonesia timur, dan itu ada dalam diri TGB. Vox populi vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.
Bagaimana dengan TGB? Apes-apesnya, bila benar asumsi sementara orang bahwa KPK bisa dikendalikan Presiden, maka pemeriksaan TGB oleh KPK tak akan berlanjut.
Mujur-mujurnya, bika berduet dengan Jokowi, peluang Jokowi-TGB terpilih dalam Pilpres 2019 lebih besar bila dibandingkan jika berduet dengan Prabowo. TBG tentu tak ingin karier politiknya mentok sebatas gubernur.
Seperti politisi lainnya, Ketua DPD Partai Demokrat NTB ini juga punya mimpi menjadi RI-2 bahkan RI-1, dan itu sah-sah saja. Tak masalah jika ia harus dipecat Demokrat gara-gara mendukung Jokowi, sebagaimana JK yang mantan Ketua Umum Partai Golkar itu tak takut dipecat partainya saat mendukung bahkan berduet dengan Jokowi dalam Pilpres 2014, melawan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang didukung Golkar.
Apalagi posisi wapres 2019-2024 lebih strategis, karena ia bisa lanjut nyapres pada 2024.
Chief Executive Officer (CEO) Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan menilai terbukanya peluang bagi TGB lantaran dia punya potensi mengerek elektabilitas Jokowi.
TGB dianggap dapat menggaet pemilih di wilayah Indonesia timur lantaran pernah menjabat Gubernur NTB dua periode (2008-2013 dan 2013-2018).
TGB juga tokoh Islam yang cukup disegani, karena ia tokoh Nahdlatul Wathan, ormas Islam terbesar di Lombok. Dengan posisinya itu, TGB diprediksi dapat merangkul kalangan muslim. TGB juga dapat menarik suara dari para pemilih Demokrat.
Namun, menurut Djayadi Hanan, ada dua hambatan bagi TGB menjadi cawapres Jokowi. Pertama, TGB bukan satu-satunya tokoh Islam kuat dalam bursa cawapres. Ada pula nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PPP Romahurmuzy.
Ada juga nama eks-Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, bahkan Mahfud dalam survei terakhir masuk dalam jajaran lima besar yang dianggap tepat sebagai cawapres Jokowi. Kedua, partai koalisi pendukung pemerintah belum tentu mau menerima TGB menjadi cawapres Jokowi, karena TGB masih menjadi kader Demokrat yang belum memutuskan dukungannya kepada Jokowi.
Apakah nama TGB yang ada di kantong Jokowi? Hanya Tuhan dan Jokowi sendiri yang tahu.
Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, Tinggal di Jakarta.