Kemerdekaan yang bertanggung jawab di bidang politik, harus dimaknai bahwa para dokter dapat ikut berperan dalam menentukan kebijakan dan sistem beraku, baik dalam hal pendidikan kedokteran maupun pelayanan kesehatan nasional.
Dalam bidang ekonomi berarti bahwa para dokter wajib terlibat dalam penentuan dan pengembangan sistem pembiayaan layanan medis yang efektif dan efisien. Dalam bidang budaya berarti bahwa para dokter mampu ambil bagian dalam pembentukan budaya hidup sehat (lifestyle) di dalam masyarakat.
Baca: Meriahkan HUT RI Tahun Ini, Anies Baswedan Kembali Ikuti Lomba Tarik Tambang
Kemerdekaan yang bertanggung jawab di bidang etika, sebenarnya berarti bahwa para dokter mampu bertindak profesioal yang dilandasi oleh 3 jenis dasar moral ataupun prinsip bioetika.
Hal ini sudah ditegaskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) tahun 2012, yaitu para dokter Indonesia wajib untuk berbuat baik (benecence), tidak merugikan (non malecence), menghargai otonomi pasien (autonomy), dan berlaku adil (justice). Untuk itu, Dokter Indonesia seyogyanya memiliki keseluruhan kualitas dasariah manusia yang baik dan bijaksana, yaitu sifat ketuhanan, kemurnian niat, keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan dan ketuntasan kerja, integritas ilmiah dan sosial, kesejawatan dan cinta tanah air Indonesia.
Dalam UU nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, khususnya Pasal 1 Angka 12, menyebutkan bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) adalah satu-satunya organisasi profesi dokter yang sah.
Oleh sebab itu, para dokter anggota IDI memiliki kewajiban untuk menghadirkan praktek kedokteran yang baik. Pada Pasal 3 disebutkan bahwa praktek kedokteran yang baik haruslah bermutu, legal dan etis, agar pasien terlindungi.
Dengan demikian, tuntutan kemerdekaan dan kebesan profesi dokter tidak boleh lagi mutlak sebagaimana dahulu terjadi pada era ‘fee for service’, tetapi harus bersifat pragmatis, realitis dan logis. Dalam hal ini, menjadi sebuah tuntutan kemerdekaan yang bertanggungjawab, berasaskan ‘benecence’, ‘non malecence’, ‘autonomy’, dan ‘justice’, sesuai dengan perkembangan politik, ekonomi, dan sistem layanan kesehatan nasional di Indonesia.
Oleh sebab itu, PB IDI pantas memimpin segenap dokter Indonesia untuk meraih kemerdekaan yang bertanggungjawab di bidang politik, ekonomi, budaya dan etika dalam era JKN.
Sudahkah kita berpikir cerdas?