Apakah ada anasir-anasir pemerintah atau invisible hands yang menggerakkan mereka, sehingga Badan Intelijen Negara (BIN) pun disindir Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani sebagai “Intel Melayu”?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, jika Jokowi mau bersikap kesatria, ia tak perlu mengerahkan intel atau menggerakkan massa untuk melakukan perlawanan terhadap mereka yang hendak mengganti presiden.
Cukup tunjukkan kinerja pemerintahan yang maksimal, capaian Nawacita, maka diminta atau tidak, rakyat pasti akan mendukungnya. Jokowi tak perlu menyamar sebagai kijang kencana untuk memikat dan menghipnotis Sita (rakyat).
Tahukah kita bila di balik gerakan #2019GantiPresiden ada hidden agenda atau maksud tersembunyi? Apakah hidden agenda itu kampanye terselubung?
Tentu mereka membantah, karena kampanye Pilpres 2019 baru dimulai pada 23 September 2018. Bila mencuri start kampanye, mereka akan off side, melanggar UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Apakah hidden agenda itu terciptanya kondisi agar ada massa, baik yang pro maupun kontra ganti presiden, bahkan aparat keamanan dan penegak hukum, blunder lalu melakukan pelanggaran hukum dan terjadi chaos?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, para elite politik itu adalah orang-orang yang melek hukum. Karena melek hukum, mereka juga sadar konsekuensinya bila menabrak hukum.
Kita yakin, para oposan pengusung #2019GantiPresiden maupun pendukung petahana bukan Rahwana yang ketika menginginkan sesuatu harus meraihnya dengan menebar perangkap.
Karyudi Sutajah Putra: Esais, Tinggal di Jakarta.