Oleh: Komarudin Watubun
“Dalam Nation-building Indonesia, olahraga mempunjai fungsi jang amat penting sekali jaitu membangun Manusia Indonesia Baru.”
Begitu antara lain cuplikan isi Keputusan Presiden RI Soekarno No. 131 Tahun 1962 dalam rangka persiapan Negara RI menjadi tuan-rumah Asian Games tahun 1962 di Jakarta. Hasilnya, Bangsa dan Negara RI meraih posisi ke-2 perolehan medali (emas).
Kini 56 tahun kemudian, event 2 (dua) pekan Asian Games di Jakarta, ibukota Negara RI, berakhir Minggu 2 September 2018, RI menempati posisi ke-4 perolehan medali (emas).
Atlet-atlet Bangsa Indonesia meraih 31 medali emas, atlet pencak silat berhasil merebut 14 medali emas. Asian Games 2018 dibuka mirip Olimpiade London 2012.
Ratu Elizabeth II dari monarkhi Inggris dan bintang film James Bond yang seolah-olah tampak terjun ke arena stadion Olimpiade di London, Inggris.
Mirip dengan gaya Presiden RI Joko Widodo yang seolah-olah tampil stunt dengan motor dan melesat atau menerobos kemacetan jalanan Jakarta dan akhirnya muncul dari ruang VIP ke stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Pada Asian Games ke-4 1962 di Jakarta, atlet-atlet Negara RI meraih 51 medali, 11 medali emas, 12 perak dan 28 perunggu.
Mohammad Sarengat meraih medali emas 100 meter sprint (10,5 detik) dan medali emas 110 meter lari rintang (14,3 detik).
Sarengat mengikuti saran pelatih asal Amerika Serikat, Tom Rosandich, untuk menekuni lari jarak pendek. (Harsuki dan Siregar, M.F. et al., 1991: 352).
Presiden RI Soekarno meletakan dasar kisah sukses Bangsa dan Negara RI merajut dan membangun Nasionalisme melalui olahraga, arsitektur dan infrastruktur.
Maret 1947, wakil RI menghadiri Asian Relations Conference (ARC) di New Delhi (India) yang membahas Asian Games (Wienakto et al, 1958:20).
Tahun 1949, atase pers RI, A.B. Lubis menghadiri ARC di New Delhi, yang dihadiri oleh G.D. Sondhi dan Shri Madavindra (India), R.R. Ylanan (Filipina), Maung Maung Lwin (Birma), Fonseka (Sri Lanka), S. Ghulam Mohammad (Afghanistan), Nur Kan (Pakistan), S. Basnjat (Nepal), dan Sonthi Danasonthun (Thailand).
Tidak ada wakil Tiongkok, Jepang, dan Korea. Wakil 9 negara Asia ini menyutujui perubahan nama Asian Amateur Athletic Federation menjadi The Asian Games Federation (AGF).
Asian Games pertama digelar di New Delhi (India) 4-11 Maret 1951. Kejuaraan AGF pertama ini diikuti oleh 600 atlet dan officials dari 11 negara Asia dan memperebutkan medali 14 cabang : atletik, basket, tinju, lomba sepeda, loncat indah, sepakbola, hoki, menembak, renang, tenis, tenis meja, voli, angkat berat, dan gulat (Wienakto dan Soetopo, 1958:9-10).
Pada pertemuan wakil AGF di Wasankei, Tokyo, Jepang, tahun 1958, 3 (tiga) negara mengajukan proposal tuan rumah AGF ke-4 yaitu Republik Indonesia, Taiwan, dan Pakistan.
Wakil RI pada AGF itu ialah Sri Paku Alam, Dr Halim dan H.E. Maladi, Menteri Olahraga Negara RI. Usai perdebatan panjang, akhirnya proposal Indonesia diterima oleh wakil AGF.
Maka Negara RI menjadi tuan-rumah Asian Games ke-4 di Jakarta, ibukota Negara RI.
Semula wakil-wakil negara anggota AGF kurang mendukung pelaksanaan AGF ke-4 tahun 1962 di Negara RI karena keterbatasan fasilitas olahraga, akomodasi, infrastruktur transportasi dan rendahnya kinerja standar olahraga kompetisi serta keterbatasan sumbersumber daya (Harsuki et al, 1991).
Negara RI menghadapi kondisi darurat ekonomi, awal 1960-an inflasi mencapai 600% per tahun (Robison, 1986).
Utang Negara RI (Pemerintah) mencapai 1.113.000.000 dollar AS (George McTurnan Kahin, 1997:30).
Presiden RI Soekarno mengajukan proposal pinjaman sebesar 12,5 juta dollar AS ke Uni Soviet untuk membangun infrastruktur olahraga, seperti stadion Gelola Bung Karno, sports hall, penginapan atlet dan bangunan-bangunan lainnya (Harsuki et al, 1991).
Alumnus ITB Bandung dan insinyur asal Uni Soviet membangun stadion Gelora Bung Karno. Pada 21 Juli 1962, Presiden Soekarno membuka stadion Gelora Bung Karno.
Gedung plaza dengan satu eskalator Sarinah dibangun di Jl Thamrin (Jakarta) dan Hotel Indonesia juga dibangun oleh Presiden Soekarno. Jalur bypass dari Tangjung Priok, Jakarta, ke Cililitan, dibangun. Kota Jakarta menjadi modern (Anthony Paul, 2004).
Hotel-hotel, plaza, stadion, seluruh infrastruktur dan arsitektur kota mewujudkan Nation-Building! Itulah (Presiden) Soekarno!
Pada 24 Agustus 1962, Presiden RI Soekarno membuka Asian Games ke-4 di Jakarta. Himne Asian Games hasil gubahan Ramadhan K.H. dilantunkan pada acara itu dengan spirit nasionalisme Negara-Bangsa RI dan suatu ‘struggle full for fairness’.
Atlet 16 negara bersaing pada 17 jenis cabang olahraga. Pemerintah RI menerapkan strategi ‘talent identification’.
Hasilnya, terjaring 419 atlet dari 20 provinsi Negara RI, yang dilatih oleh 14 pelatih asing (8 dari Uni Soviet dan Negara Eropa Timur) untuk 14 cabang olahraga.
Kemudian13 Februari 1963 di depan Konferensi Komite Olahraga Nasional, Presiden RI Soekarno mengumumkan GANEFO sebagai ajang kejuaraan olahraga negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Selatan (Ewa Pauker, 1964: 6).
Atlet dan wakil dari 50 negara termasuk Palestina, Tiongkok, Uni Soeviet, Jepang, dan Meksiko--mengikuti GANEFO 1963 di Jakarta.
Begitulah legasi atau jejak sejarah-warisan (Presiden) Soekarno!