News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pengamat Nilai Belum Ada Solusi Nyata Atasi Kompleksitas Persoalan Lapas

Editor: Ferdinand Waskita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana Lapas Klas IIB Muarabulian yang over kapasitas. Meski demikian, penjagaan tetap dilakukan sesuai SOP. TRIBUN JAMBI/ABDULLAH USMAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesian Club, Gigih Guntoro menyampaikan catatan mengenai persoalan lembaga pemasyarakatan atau lapas selama 2018.

Bagi Gigin, sebagai benteng sanksi terakhir dari sistem peradilan pidana, lapas mestinya bisa berperan maksimal.

Namun, saat ini justru memunculkan berbagai persoalan krusial.

"Kompleksitas persoalan tersebut, merupakan manifestasi sistem penegakan hukum dan buruknya tata kelola yang sudah berlangsung lama," kata Gigih dalam keterangan tertulis, Kamis (20/12/2018).

Gigih menilai belum ada solusi nyata dari kompleksitas persoalan lapas.

Gigin pun menyinggung ketidakberdayaan dalam pengelolaan pascaterbongkarnya kasus jual beli fasilitas di Lapas Sukamiskin.

Ia juga menyinggung persoalan, seperti sekitar 50 persen lapas yang sudah terpapar sindikat jaringan narkoba internasional.

Persoalan ini belum ada solusi dan malah menambah buruk citra lapas.

"Fakta tersebut, mengonfirmasi lapas saat ini telah berubah fungsi menjadi persemaian kejahatan," jelasnya.

Lalu, ia menyoroti kenakalan oknum lapas yang terlibat dalam praktik kejahatan.

Operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyeret eks Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husen menjadi bukti keterlibatan oknum.

Merujuk hasil riset Indonesian Club dalam setahun terakhir, diketahui oknum petugas lapas punya peran kontribusi besar terjadinya praktik kejahatan.

Dari riset itu diketahui, 84,5 persen kejahatan diproduksi, karena kerja sama antara napi dan oknum petugas lapas.

"Sementara, 15,5 persen kejahatan dilakukan mandiri oleh para napi. Ada keterlibatan oknum petugas dari level rendahan hingga level tertinggi di lapas," tutur Gigih.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini