News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pilpres 2019

Kenapa Prabowo Langsung Bubarkan Koalisi?

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koalisi Adil Makmur dan BPN Prabowo Sandi dibubarkan

Mereka tak ingin jatah kursi di kabinet dan pimpinan parlemen berkurang. Kursi kereta sudah penuh, jangan ikut naik! Begitulah kira-kira. Dan PAN tak putus asa. Masih terus memperbaiki proposalnya.

Bagaiman dengan PKS? Sampai detik ini, PKS konsisten. Menang jadi penguasa, kalau kalah ya jadi oposisi. Inilah prinsip yang selama ini dianut PKS. Ini baik jika jadi pedoman semua partai.

Sebab, pemerintah butuh sparing partner. Oposisi akan berfungsi sebagai check and balance. Salah satu fungsi parlemen yaitu controlling akan jalan jika ada partai oposisi.

Tanpa oposisi, negara berpotensi melahirkan pertama, penguasa yang totaliter dan otoriter. Kedua, munculnya parlemen jalanan. Ini terjadi ketika aspirasi rakyat tak lagi ada yang memperjuangkannya.

Jalannya fungsi control DPR inilah yang membedakan antara Orde Baru dengan Orde Reformasi. Jangan sampai lagu Iwan Fals berjudul "Wakil Rakyat" terulang. Tapi sayangnya, Iwan Fals sekarang sudah sangat jinak sama penguasa. Hehe

PKS, sebagaimana juga PDIP, punya sportifitas. DNA-nya DNA pejuang. Siap jadi penguasa, sekaligus siap juga jadi oposisi.

Mungkin beda dengan Golkar, PAN dan PPP. Nampaknya lebih siap jadi penguasa dari pada jadi oposisi. Memang, puasa itu membuat badan jadi lemes. Bagi PKS dan PDIP, puasa justru membuat semangat dan energi bertambah.

Gerindra sendiri? Apakah mau jadi oposisi, atau memilih Ikut menikmati kue kekuasaan? Desakan internal partai nampaknya cukup mempengaruhi kecenderungan Prabowo untuk bergabung ke istana. Apalagi, selama jadi oposisi, bisnis mantan Danjen Kopassus ini banyak gangguan.

Jika memilih bergabung ke istana, Gerindra akan menghadapi dua masalah. Pertama, persekutuannya dengan PKS akan berakhir.

Belum tentu kedepan, Gerindra akan dapat partner se-setia dan se-mengalah PKS. PKS adalah satu-satunya partai yang selama ini terbukti jadi teman sejati Gerindra. Ini tentu saja akan mempengaruhi langkah politik Gerindra di parlemen, di pilkada maupun di pilpres kedepan.

Kedua, Gerindra, akan berhadapan dengan konstituennya sendiri. Terutama kelompok Islam yang selama ini sangat militan dalam memberikan dukungan kepada Prabowo.

Mereka hampir bisa dipastikan akan berbalik arah dan menjadi penyerang militan terhadap Prabowo dan Gerindra. Ingat nasib PBB? Dianggap penghianat, tak lama kemudian nyungsep. Demokrat? Suaranya turun bebas di pemilu 2019. Hanya tujuh persenan.

Pilihan bergabung ke istana, empat kursi kabinet mungkin akan didapat. Bahkan juga kursi ketua MPR. Tapi, Gerindra akan terancam elektabilitasnya untuk lima tahun yang akan datang.

Belajar dari PDIP, sepuluh tahun menjadi oposisi, hingga hari ini tetap memimpin perolehan suara. Jejak ini nampaknya akan diikuti oleh PKS.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini