Penulis: Elfrida Melisa Ngamal
TRIBUNNEWS.COM - Saat ini, perkembangan teknologi informasi begitu pesat.
Perkembangan tersebut memberikan kemudahan bagi para penggunanya dan menjadikan pekerjaan jauh lebih efektif.
Informasi yang didapatkan begitu cepat dan mudah melalui beberapa media sosial seperti facebook, twitter, whatsapp dan lain sebagainya.
Namun di sisi lain, perkembangan teknologi juga dapat memberikan dampak yang negatif.
Sangat disayangkan, apabila informasi yang didapatkan adalah informasi yang tidak akurat terlebih apabila informasi tersebut adalah informasi bohong (hoax). Jika kita melihat saat ini, facebook atau WhatsApp dapat diistilahkan sebagai informasi yang tidak stabil.
Tidak dapat disangkal bahwa hoax sering beredar dalam media sosial.
Media sosial yang menjadi ekspresi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi–komunikasi dijadikan sebagai sarana untuk menyebarluaskan hoax.
Penyebaran hoax di media sosial bukan semata-mata merupakan aksi individu, melainkan aksi yang terorganisir dan berkelompok.
Hoax merupakan informasi atau berita yang dibuat tidak berdasarkan fakta.
Tidak dapat disangkal bahwa hoax acapkali mengalahkan kebenaran.
Ada dua penyebab terjadinya hoax. Pertama, disebabkan oleh argumentasi. Argumentasi jenis ini merupakan salah satu ekspresi sesat pikir.
Sesat pikir yang dimaksudkan adalah ketika pihak tertentu mengulang-ulang argumentasi, informasi atau opini yang keliru dengan tujuan agar pembaca dan pendengar yakin bahwa argumentasi itu benar. Jadi, dengan argumentasi ini kebenaran dicapai bukan berdasarkan isi objektif informasi, melainkan berdasarkan pada aspek.
Kedua, ada yang disebut dengan teori kebenaran pefomatif yaitu salah satu bentuk teori kebenaran yang ditolak oleh banyak pihak. Penolakan terjadi karena kebenaran suatu berita argumentasi atau informasi ditentukan oleh pihak yang menyampaikannya yang memiliki kapabilitas dalam bidang tertentu.