Laksana legenda penciptaan Candi Sewu oleh Bandung Bondowoso dalam waktu satu malam, kurang lebih seperti itulah Yudo Margono dan prajuritnya bekerja. Penyiapan tempat tidur lengkap dengan fasilitas pendingin ruangan, hingga sarana MCK lengkap dengan penyediaan sabun, shampo, sikat gigi, dan odol sampai dengan gunting kuku. Tak ketinggalan pakaian dalam, baju kaos dan celana tidur.
“Tak hanya itu, kami juga menyiapkan fasilitas hiburan seperti karaoke, sport center, dan lain-lain. Di samping, membuat run down kegiatan para penghuni karantina sehari-hari, selama 14 hari. Mulai dari olahraga pagi, kegiatan ibadah menurut keyakinan para penghuni karantina, sampai hal-hal lain terkait penyediaan wifi dan sebagainya. Pendek kata, itu semua menjadi kenangan yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup. Saya berterima kasih kepada pak Doni yang telah melibatkan kami dalam tugas itu,” papar Yudo.
Doni tersenyum haru mendengar kisah nostalgia yang dipaparkan Laksamana Yudo. Tidak kalah takzim, Letjen Doni balas mengucapkan terima kasih dan apresiasi sebesar-besarnya atas kerja keras Yudo dan para prajurit Kogabwilhan 1. Inilah salah satu kerjasama dengan militer terbaik yang pernah ia rasakan.
Apalagi, persoalan yang mengemuka saat itu bukan saja persoalan teknis penyiapan sarana karantina. Ada persoalan lain yang tak kalah krusial, yakni aksi demo masyarakat Natuna yang menolak karantina WNI dari Wuhan. Mereka ketakutan, masuknya ratusan WNI dari kota pertama ditemukannya virus corona itu, akan menularkan wabah di pulau Natuna yang indah.
Hari bersejarah itu pun tiba. Pagi 2 Februari 2020, sebanyak 238 WNI ditambah 5 petugas pendamping dari KBRI Beijing tiba di Bandara Internasional Hang Nadim, Batam menggunakan pesawat komersial. Dari Batam, disiapkan tiga unit pesawat, masing-masing satu hercules, dan dua boeing untuk membawanya ke Natuna.
Syahdan, 14 hari waktu karantina pun berlangsung dengan relatif lancar dan memuaskan banyak pihak. Di satu sisi, masyarakat Natuna akhirnya menyadari bahwa mereka memang benar-benar dalam kondisi sehat seperti disampaikan Presiden Joko Widodo di awal. Berkat dukungan masyarakat Natuna pula, akhirnya WNI dan staf KBRI yang menjalani karantina itu dinyatakan sehat, dan diperbolehkan kembali ke daerah masing-masing.
Mimpi Buruk World Dream
Belum habis kopi puntang di cangkir putih berlogo BNPB ketika Laksamana Yudo melanjutkan nostalgianya bersama Doni Monardo. Kisah dramatis penyiapan karantina di Natuna, ternyata menjadi seri pertama.
Sebab, masih ada seri kedua yang tak kalah seru, yakni evakuasi Anak Buah Kapal (ABK) Warga Negara Indonesia (WNI) di kapal pesiar mewah World Dream di Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Suatu hari, Doni menghubungi Yudo dan mengabarkan Dream Cruise Hong Kong, yang mengoperasikan kapal pesiar World Dream, untuk menurunkan ABK asal Indonesia.
Tugas Doni kepada Yudo adalah, "menahan" kapal barang sehari-dua, sambil menyiapkan Pulau Sebaru Kecil, sebagai tempat karantina 188 ABK World Dream.
Yudo mengaku tidak mudah. Sebab, kapal itu mendesak untuk bisa mendapat izin menurunkan ABK asal Indonesia, atau melanjutkan perjalanan ke Filipina.
Yudo pun melakukan negosiasi, dengan dukungan Doni Monardo. Termasuk dukungan biaya selama menunggu, jika diperlukan.
“Persoalannya, kapal itu pintar. Mereka meminta izin dari posisi perairan internasional antara Malaysia dan Pulau Bintan. Kalau saja mereka sudah ada di perairan Indonesia, saya punya kewenangan untuk menahan,” ujar Yudo.