News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Trisila, Ekasila, Quo Vadis Pancasila?

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr Anwar Budiman SH MH: Advokat/Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.

Bila kita bicara Pancasila, maka sila pertama dan utama dari Pancasila adalah "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Dengan adanya sila pertama inilah Indonesia benar-benar menjadi berbeda dengan negara-negara lain di dunia.

Di negeri kita ini segala sesuatu yang menyangkut nilai-nilai kemanusiaan, persatuan dan kesatuan serta demokrasi dan keadilan sosial, semua harus dijiwai oleh sila pertama Pancasila.

Pancasila melindungi hak asasi manusia (HAM), termasuk hak memeluk agama. Sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa" mewujud bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama, di mana agama juga memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia sebagai makhluk Tuhan.

Memeluk agama dan menganut kepercayaan adalah wujud pengakuan adanya Tuhan, sebagaimana termaktub di dalam sila pertama Pancasila, dan hal itu diakui sebagai kemerdekaan tiap-tiap penduduk, pengakuan mana kemudian tertuang di dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.

Dalam RUU HIP, ada indikasi prinsip-prinsip tersebut hendak dikesampingkan atau bahkan dihilangkan, sehingga begitu RUU ini kelak disahkan menjadi UU maka negeri ini akan berubah dari negara yang menghormati dan menjunjung tinggi agama menjadi negara sekuler yang tidak lagi membawa-bawa agama dan Tuhan ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Maka, suara-suara penolakan pun digaungkan. Penolakan itu datang dari antara lain para purnawirawan TNI/Polri, dan teranyar dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Maklumat Pimpinan Pusat MUI No Kep-1240/DM-MUI/VI/2020 tertanggal 12 Juni 2020.

Para purnawirawan yang antara lain diwakili Try Sutrisno, mantan Wakil Presiden RI dan mantan Panglima ABRI, serta Ketua Umum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Saiful Sulun menilai RUU HIP akan menimbulkan "over lapping" atau tumpang- tindih serta kekacauan dalam sistem ketatanegaraan maupun pemerintahan di Indonesia.

Memang, bila ideologi Pancasila sebagai landasan pembentukan UUD kemudian diatur di dalam undang-undang maka itu adalah sebuah kekeliruan.

Adapun penolakan MUI disuarakan karena RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila sebagaimana yang termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuhnya.

Menurut MUI, Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila. Adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP justru akan mendegradasi eksistensi Pancasila.

MUI berpandangan RUU HIP akan "memeras" Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni gotong royong, yang nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila.

Hal itu secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan sila pertama Pancasila, yakni "Ketuhanan Yang Maha Esa", yang telah dikukuhkan para founding fathers kita dengan Pasal 29 ayat (1) UUD 1945.

RUU HIP juga menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini