Hal ini adalah bentuk pengingkaran terhadap keberadaan Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuhnya sebagai dasar negara sehingga bermakna pula sebagai pembubaran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan pada lima sila dalam Pancasila tersebut.
Para purnawirawan TNI/Polri adalah representasi generasi pejuang yang masih memegang erat nasionalisme.
MUI adalah representasi dari para ulama yang religius dan banyak pengikutnya di masyarakat. Para ulama dulu juga berada di garda terdepan dalam perjuangan mengusir penjajah.
Kini, bila kaum nasionalis dan religius sudah bersuara sama menolak RUU HIP, lalu apakah eksekutif dan legislatif akan tetap nekad?
Sejatinya hendak dibawa ke mana Pancasila dan NKRI ini, dengan RUU HIP yang berpotensi melanggar Pancasila dan Tap MPRS No XXV/1966 itu?
Bila DPR RI dan pemerintah tetap keukeuh, jangan salahkan bila ada yang berpandangan ada yang hendak mengaburkan fakta sejarah, terutama pengkhianatan terhadap Pancasilan dan UUD 1945.
Cermati pula "ultimatum" MUI bahwa jika maklumatnya diabaikan oleh pemerintah maka segenap Pimpinan MUI Pusat dan Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia mengimbau umat Islam Indonesia agar bangkit bersatu dengan segenap upaya konstitusional untuk menjadi garda terdepan dalam menolak paham komunisme, demi terjaga dan terkawalnya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
Jika hal tersebut tak diindahkan, maka potensi konflik vertikal dan konflik horisontal sudah membayang di depan mata.
Bila sudah demikian, siapa yang akan rugi? Tentu kita semua, segenap bangsa Indonesia.
Alhasil, hentikan pembahasan RUU HIP bahkan didrop dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 bila tidak mencantumkan Tap MPRS No XXV/1966 dalam konsiderannya.
Jangan habiskan energi bangsa ini untuk hal-hal yang kontraproduktif, apalagi energi bangsa ini sudah terkuras untuk menghadapi pandemi Covid-19.
*) Dr Anwar Budiman SH MH: Advokat/Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.