News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

PPDB, Berebut Keadilan di Ibu Kota

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr Anwar Budiman SH SE MH MM.

Yang tua yang eksis, yang muda yang meringis.

Aturan soal PPDB di Ibu Kota tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta No 506 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021, dan SK Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta No 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.

PPDB di Jakarta mulai dibuka pada Kamis (11/6/2020) dan akan ditutup pada Jumat (3/7/2020). Pendaftaran dilakukan secara "online" atau daring (dalam jaringan) dan serentak untuk semua jenjang pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)/Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana mengakui usia yang lebih tua didahulukan atau diprioritaskan. Dalihnya, pertama, sistem sekolah dirancang sesuai dengan tahap perkembangan anak, karena itu disarankan agar anak tidak terlalu muda saat masuk suatu jenjang pendidikan.

Kedua, memberi kesempatan kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Hal ini dilatarbelangi oleh fakta di lapangan bahwa masyarakat miskin justru tersingkir di Jalur Zonasi lantaran tidak dapat bersaing secara nilai akademik dengan masyarakat mampu.

Namun, pihaknya juga memperhatikan dan tidak mengabaikan prestasi para siswa.
Hal ini dibuktikan dengan masih dipertahankannya PPDB Jalur Prestasi untuk menyeleksi siswa berprestasi, baik itu akademik maupun non-akademik.

Intinya, kebijakan Dinas Pendidikan DKI Jakarta itu untuk pemerataan kesempatan pendidikan yang berkualitas, baik bagi si punya maupun si papah.

Semua punya hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas di sekolah negeri, baik yang bodoh maupun yang pintar, baik yang miskin maupun yang kaya. Itulah keadilan menurut pemerintah. Sama rata, sama rasa.

Keajaiban

Sayangnya, kebijakan itu agaknya tak sepenuhnya diterima orangtua calon murid. Mereka kecewa. Kebijakan itu dinilai tidak bijak. Mementingkan umur dengan menafikan nilai akademik dinilai tidak adil bahkan kezaliman.

Bagi orangtua calon murid, mereka yang sudah berjerih payah belajar sehingga berprestasi itulah yang patut mendapat karpet merah, tak peduli tua atau muda, kaya atau miskin, yang penting masih di zona sekolah yang dituju. Bukan mereka yang umurmya sudah lebih, tapi prestasinya kurang.

Apa yang didapat sesuai dengan pengorbanan yang sudah dikeluarkan.

Tidak "gebyah uyah" atau sama rata sama rasa. Jadi, proporsional. Inilah keadilan versi orangtua calon murid, atau barangkali bisa disebut keadilan proporsional. Siapa mendapatkan apa sesuai dengan usahanya.

Kebijakan yang lebih memprioritaskan umur juga menafikan kompetisi. Padahal, kompetisi merupakan salah satu pemicu dan pemacu prestasi. Tanpa kompetisi, tak akan ada prestasi.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini