Sementara sebaliknya, kita dapat merancang dan memperjuangkan kebahagiaan sedini mungkin, sedari sekarang.
Menggunakan kebahagiaan yang kita miliki itulah kita juga sekaligus dapat mempersiapkan dasar-dasar untuk menuju kesuksesan.
Meskipun maksud ‘bahagia’ pada uraian di atas terlihat simpel dan lugas. Tidak semua orang benar-benar dapat menemukan hal tersebut, apalagi di ibukota dan kota-kota besar lainnya yang tumbuh pesat di Indonesia ini.
Sekalipun regulasi otoritas ketenagakerjaan menentukan 8 jam kerja sehari atau 40 jam seminggu, realitasnya sebagian besar dari karyawan bekerja dan beraktivitas lebih dari jumlah jam di atas.
Apalagi bagi mereka yang tinggal di pinggiran kota karena harus menempuh perjalanan jauh dan melewati padatnya jalan sebagai menu sehari-hari.
Bagi kita yang hidup dalam situasi seperti di atas, sebaiknya sering-sering menanyakan apakah kita sudah menemukan kebahagiaan kita?
Jangan-jangan selama ini kita melakukan banyak hal seperti robot yang tidak memiliki perasaan.
Mengapa demikian? Karena memang tidak dapat dimungkiri banyak orang dengan pekerjaan yang keren, karir yang mentereng dan kesibukan yang luar biasa, namun masih belum merasa cukup dan menyimpan keinginan yang belum tercapai.
Merekalah yang merasa kehabisan waktu dengan aktivitas dan rutinitas pekerjaan serta waktu tempuh yang terbuang selama dalam perjalanan, baik berangkat maupun pulang kerja.
Sebagian merasa kurang mendapatkan waktu yang cukup untuk keluarga dan kehidupan sosialnya sehingga merasa belum dapat menemukan makna hidup dengan sepenuhnya.
Di Indonesia, ibu kota Jakarta dan kota besar lain memiliki problematika yang hampir identik, seperti: sikap dan perilaku individualis, kompetisi yang ketat, biaya hidup dan biaya sosial yang mahal, angka kriminalitas yang tinggi, kemacetan parah, permukiman padat, rendahnya tingkat kualitas hidup dan rawan bencana banjir.
Problem ketidakseimbangan ini kemudian mendorong munculnya perasaan gelisah, tidak nyaman, underpressure dan stressmenghadapi kondisi yang ada.
Ketika perasaan tidak nyaman tersebut muncul, maka bahagia sebagai sebuah konsep nyaman semakin menjauh dan menjadi utopia.
Kondisi kejiwaan yang tidak seimbang dan penuh tekanan meminggirkan tujuan asasi sebagian besar orang untuk mencapai kebahagiaan.