News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Aksi Pengeroyokan di Solo

Negara Tidak Boleh Berpangku Tangan Hadapi Kasus Kekerasan di Solo

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus

Tangkap dan tahan serta adili kelompok yang menamakan diri Laskar Solo, dengan menerapkan UU No 16 Tahun 2017 Tentang Ormas atau Perpu Ormas secara konsisten.

Baca: Kronologis Oknum Ormas Bubarkan Acara Pernikahan di Solo Hingga Melukai 3 Orang: Teriak Bubar, Bubar

Baca: Selain 3 Orang Terluka, 5 Kendaraan Rusak akibat Insiden Pembubaran Acara Keluarga di Solo

Presiden Jokowi dengan segala risiko politik telah mengeluarkan Perpu No 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Terhadap UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas yang disahkan menjadi UU No 16 Tahun 2017 Tentang Ormas. 

Mengapa harus Perpu, karena UU Ormas No. 17 Tahun 2013, secara nyata dan sistematis telah memperlemah negara ketika hendak mengeksekusi kebijakannya menindak ormas radikal, intoleran atau ormas yang anti Pancasila.

Oleh karena itu mestinya aparatur negara seperti Polri menjadi digdaya ketika ormas intoleran, radikal dan teroris muncul dan melakukan aksi brutal secara sporadis terhadap kelompok minoritas.

Kejadian di Solo, Yogya, Kuningan, Cianjur,  Riau, Medan, Padang dan tempat-tempat lain memperlihatkan aksi intoleran dilakukan secara terbuka dan berani.

Baca: Oknum Ormas di Solo Bubarkan Paksa Acara Makan-makan Keluarga, Polisi: Ada Kelompok Intoleransi

Baca: Insiden Pembubaran Acara Keluarga di Solo, Dikira Acara Adat Ternyata Makan-makan, 3 Orang Terluka

Aksi-aksi itu terdengar nyaris tak ada yang berlanjut ke pengadilan. Selalu berujung damai dan menegasikan proses pidana. Dengan demikian kepentingan umum dan kepentingan penegakan kebenaran serta keadilan telah dikorbankan. 

Inilah yang membuat kelompok radikal dan intoleran ini menjadi besar kepala dan merajalela di mana mana, karena Kapolda, Kapolres dan Kapolsek tidak digdaya dan lemah menghadapi kelompok ini.

Publik lantas curiga, jangan-jangan beberapa pimpinan Polri dan beberapa anggotanya sudah terpapar radikalisme dan intoleransi, karena banyak kasus pidana terkait hal ini diselesaikan secara damai, proses pidananya dikesampingkan.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini