Asumsi manajemen operasi tersebut perlu dijadikan perhatian oleh pemerintah, dan kelembagaan negara lainnya.
Misalnya, partisipasi BPK atau pun KPK untuk turut mengklarifikasikan sejak dini sistem ‘bagaimana’ yang benar dalam tata-kelola keuangan negara termaksud.
Hal itu sangat penting, sebab setiap isu tentang good governace beresiko terhadap sengkarut keuangan negara di masa-waktu berikutnya.
Biaya atau Modal
Akun Belanja Biaya atau modal APBN adalah celah atau kemungkinan pilihan kebijakan pemerintah terhadap tata-kelola proyek food estate.
Pertama, semua pengeluaran APBN ke Kemenhan untuk maksud proyek food estate diperlakukan sebagai Belanja-Biaya APBN yaitu kepada Yayasan binaan Kemenhan.
Itu pun dengan catatan tebal bahwa setiap pendanaan tersebut nantinya tanpa audited oleh BPK atau KPK terhadap Kemenhan.
“Anggap saja program hibah tunai untuk kepentingan strategis negara dan rakyat, dan buku tertutup oleh UU-Covid-19”. Tetapi, yayasan tetap memliki kewajiban audited oleh akuntan publik sebagai pertanggungjawaban pemerintahannya”.
Jika itu ditempuh, memang selesai pada urusan transparansi dan pertanggungjawaban keuangan bagi tubuh Kemenhan.
Dalam hal tanggung-jawab good corporate governance – nya PT Agrinas sepenuhnya di bawah kendali yayasan selaku pemegang saham perusahaan.
Biarlah kinerja yayasan ke depan dinilai oleh masyarakat dan akuntan publiknya.
Mekanisme kedua paling ideal adalah menganut prinsip good public governance yaitu proyek food estate dikelola oleh korporasi BUMN.
Yayasan binaan Kemenhan mendivestasikan sebagian secara mayoritas, atau seluruhnya 100% saham PT Agrinas yaitu dari yayasan dilepas kepada negara.
Secara kelembagaan proyek food estate seperti dikelola oleh BUMN bidang pangan, tetapi Kemenhan selaku leader manajemen operasinya.