Dalam konteks ekologi sendiri, kerusakan-kerusakan lingkungan dipastikan akan terjadi mengingat proyek-proyek yang dirancang membutuhkan lahan-lahan yang luas.
Seperti proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFFE). Proyek ini dalam rencananya telah mengalokasi lahan 1,6 juta hektare dan akan dibantu dengan investasi perusahaan dari Arab Saudi.
Hanya saja dengan mempertimbangkan kritik dan gerakan masyarakat sipil akhirnya membuat proyek tersebut terhambat pelaksanaannya.
Baca: Omnibus Law Mustahil Dibatalkan, Ini Hitungan Besar Pesangon PHK Terbaru Berdasarkan UU Cipta Kerja
Baca: Bukan dari Jokowi, Luhut Ungkap Siapa yang Pertama Kali Kenalkan Omnibus Law di Indonesia
Di era Jokowi, istilah MP3EI menghilang meski substansi model pembangunan yang dilakukannya tidak jauh berbeda.
Bahkan Jokowi lebih terampil mengeksekusi rencana pembangunan-pembangunan infrastruktur ketimbang SBY.
Dalam masa periode I, dia mampu membangun 1.500 km jalan tol dan ditargetkan menjadi 4.500 km hingga akhir periode keduanya.
Target mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 7% adalah cita-cita Jokowi, hingga dengan berbagai upaya untuk mendatangkan investasi dilakukannya, termasuk deregulasi kebijakan-kebijakan yang menghambat kepentingan tersebut.
Jokowi memenuhi pikirannya dengan berbagai rencana ambisius developmentalism. Proyek Food Estate berlanjut dengan target pembukaan lahan untuk mencetak sawah di Merauke seluas 1,2 juta ha, wilayah Kalimantan Barat (120.000 ha), Kalimantan Tengah (180.000 ha), Kalimantan Timur (10.000 ha), dan Maluku (190.000 ha).
Lebih ambius lagi dengan rencana pemindahan Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur. Lahan yang akan dibuka untuk kepentingan tersebut mencapai 180.000 hektare.
Di wilayah calon ibukota baru itu sebelumnya sudah terdapat 162 konsesi tambang, perkebunan sawit dan PLTU Batubara.
Kebijakan-kebijakan Jokowi mulai menuai kritik karena dianggap menjauhkannya otoritasnya dari kepentingan rakyat dan keterjagaan lingkungan hidup.
Hanya saja kadar kritik masih terlalu rendah karena citra low profile yang dimilikinya sudah cukup berkemampuan memunculkan difuse support dari masyarakat luas.
Pengkanalan aktivis kritis ke dalam lingkaran kekuasaan, juga punya pengaruh untuk itu. Jokowi mengeluarkan 16 paket ekonomi yang berisi deregulasi dan debirokratisasi untuk investasi.
Beberapa regulasi yang sudah disahkan, berpotensi melemahkan agenda-agenda reformasi seperti UU KPK, UU Sumberdaya Air, UU Sistem budidaya Tanaman dan UU Minerba.
Terkini adalah UU Omnibus Law yang menjadi catatan sejarah, puncak kemudahan investasi dan meminimalkan tanggungjawab atas konsekuensi dari investasi tersebut.
Jika ini diteruskan, alih-alih kesejahteraan rakyat, yang terjadi adalah perluasan deforestasi yang berakibat pada bencana-bencana alam serta nonalam yang berpotensi menyesengsarakan.(*)