Yai Zis, begitu kakeknya dikenal, merupakan seorang aktivis Syarikat Islam di Banten dan dikirim ke Digul, Papua, pada 1929. Kakeknya pulang pada 1949, ketika Teddy berusia 10 tahun.
"Peristiwa itu saya ingat secara kental, sekaligus peristiwa itu menanamkan dan membentuk pribadi cinta tanah air pada diri saya," kata Teddy.
Dalam kamus perjuangan Indonesia, mereka yang pernah dibuang ke Digul adalah mereka yang dihormati dan disegani.
Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Sayuti Melik, adalah di antara nama pejuang yang pernah dikirim ke sana.
Dalam aspek perjuangan kemerdekaan, mereka menjadi teladan.
Mereka mempertahankan keyakinan tentang kemerdekaan Indonesia dan memilih untuk dibuang daripada harus berkompromi.
Kakek Teddy Rusdy termasuk dalam kelompok ini. Darah pejuang mengalir deras dalam tubuh Teddy.
Maka itu, dia menghabiskan sekujur hidupnya untuk mengabdi kepada negerinya; tanah air yang dia cintai sepenuh hati.
Kakeknya adalah pejuang negeri ini, sebagai cucunya tentu dia tidak akan merusak perjuangan kakeknya tersebut.
Dan memang, jalan hidupnya mengantarkannya untuk meneruskan perjuangan kakeknya tersebut dalam bidang yang lain. Militer dan intelijen.
Bintang Sakti
The future lies in the skies! –Mustafa Kamal Ataturk
Teddy remaja yang gandrung terhadap membaca melumat banyak buku, seperti novel petualangan dan biografi para tokoh.
Didorong imajinasi tokoh-tokoh dari buku yang dia baca, baik fiksi maupun nyata, Teddy remaja ingin menjadi seorang jagoan yang gagah, perkasa, dan cerdas.