Sebagai contoh, saya membaca surat kabar di Jerman seorang warga negara Turki menyumbangkan donor organ kepada seorang perempuan asal Jerman setelah ia wafat.
Cerita inspirasi ini membuat simpati dan empati banyak orang, terlepas apa pun kebangsaan dan masalah politik yang terjadi di kedua negara tersebut.
Keputusan donor organ didasarkan pada keputusan hati nurani. Adanya edukasi termasuk informasi dan prosedur yang jelas maka saya percaya tiap orang ingin membantu orang lain setelah ia meninggal.
Bukan tidak mungkin, edukasi soal donor organ pun diikuti cerita insipiratif seperti warga negara Turki di atas kepada perempuan asal Jerman misalnya.
Banyak cerita inspiratif lainnya yang menggugah hati nurani banyak orang untuk memutuskan kesediaan mendonorkan organ setelah kematian.
Saya berharap masa mendatang teknologi medis lebih teliti lagi dalam mengindentifikasi organ tubuh yang sehat.
Baru-baru ini saya membaca terjadi ketidaktelitian organ tubuh yang didonorkan kepada penerima donor.
Tiga kasus ini menyebabkan kematian pada penerima donor. Rupanya pihak medis tidak mengecek sel kanker yang terdapat pada pendonor.
Teknologi medis yang berkembang cepat dan maju diharapkan juga dapat menolong jutaan orang yang membutuhkan organ atas dasar kemanusiaan.
Saya setuju dengan itu. Saya tidak setuju jika teknologi kedokteran melakukan transplantasi organ dari hewan kepada manusia.
Saya masih memikirkan bagaimana mungkin akses antar spesies itu terjadi.
Saya masih belum menerima kenyataan bagaimana tubuh saya misalnya memiliki salah satu organ dari kera atau orangutan misalnya meski hewan mamalia ini mendekati manusia.
Seberapa pun maju dan baiknya teknologi kedokteran tetapi tidak ada yang menandingi kekuasaan Tuhan dalam menciptakan manusia dengan segala isi organ tubuhnya.
Sebagai ciptaanNya, manusia wajib menjaga dan merawat tubuhnya.(*)