Gebrakan Kemenag untuk Kreatifitas Guru PAI dan Masa Depan Pendidikan di Indonesia
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*
TRIBUNNEWS.COM - Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag RI) punya terobosan baru untuk menyetarakan kualitas lingkungan akademik antara sekolah dan perguruan tinggi (PT). Terobosan tersebut adalah menyelenggarakan pelatihan penulisan karya ilmiah bagi seluruh guru Pendidikan Agama Islam (PAI).
Gagasan besar ini tidak lepas dari peran Dirjen Pendis, Prof. Dr. H. Muhammad Ali Ramdhani, S.TP., M.T., dalam memimpin lembaganya. Kegiatan yang diinisiasi oleh Prof. Ali Ramdhani tersebut diikuti oleh 311 peserta dari 7 provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Yogyakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Kepulauan Riau.
Kegiatan ini bukan saja penting untuk menopang profesionalitas guru dalam memahami tindakan kelas, meningkatkan kontribusi pemikiran guru dalam hal publikasi ilmiah, melainkan juga sebagai langkah awal penguatan karakter dunia pendidikan. Kegiatan tersebut melibatkan semua guru PAI, baik di bawah naungan Kemenag maupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Suatu sinergi yang prospektif.
Inisiatif Kemenag untuk melaksanakan program pelatihan ini dapat dilihat sebagai penyempurna pada visi Kemendikbud. Selama ini, citra Kemendikbud diidentifikasi berjalan di jalur link and match antara pendidikan dan dunia industri. Sehingga kesan awal yang terbayang adalah orientasi ekonomi-bisnis, dengan menomorduakan dimensi intelektualitas output pendidikan.
Dengan program pelatihan ini, Kemenag telah meletakkan batu pertama bagi bangunan idealisme dunia pendidikan, untuk selanjutnya dapat ditularkan pada output pendidikan. Apabila semua guru PAI memiliki kompetensi untuk menulis karya ilmiah, maka kompetensi tersebut dapat disalurkan kepada para siswa/i. Kelak bukan saja guru yang mendapatkan pelatihan melainkan juga peserta didik.
Penulisan karya ilmiah akan melatih setidaknya tiga hal: pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Para guru tidak saja dibebani untuk mendidik siswa/i melainkan juga meneliti dan mengabdi. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan Tindakan Kelas (PTK) membuka kesempatan bagi guru untuk memahami realitas yang mereka hadapi, kemudian merumuskan strategi dan problem solving berbasis pengalaman.
Dengan demikian, segala persoalan yang dihadapi dunia pendidikan (sekolah) dipecahkan berdasarkan potensi lokal masing-masing. Solusi-solusi alternatif betul-betul mengakar dan berangkat pengalaman yang kompleks. Bagaimana pun juga, bangsa kita umumnya dan dunia pendidikan kita khususnya tidak seragam, termasuk permasalahannya.
Hemat penulis, para guru PAI yang sempat mengikuti kegiatan dari Kemenag ini, dari 24 sampai 26 Maret 2021, dapat menjadi “duta karya” di provinsi masing-masing.
Menjadi kepanjangan tangan dan penyambung lidah apa yang menjadi visi besar Kemenag pada tingkatan yang lebih rendah di bawahnya. Dalam artian, kegiatan yang serupa harus menyentuh seluruh guru PAI di seluruh sekolah di Indonesia tanpa kecuali.
Menurut Dirjen Pendis, Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB) tersebut diharapkan mampu meningkatkan kompetensi guru PAI, sehingga karya tulis ilmiah mereka dapat dipublikasi pada jurnal terakreditasi. Ini ide besar, mengingat publikasi ilmiah dari Indonesia terbilang rendah dibanding negara-negara lain.
Ide besarnya tersebut sebenarnya adalah realitas yang dihadapi perguruan tinggi dan para dosen, bukan saja para guru. Kemendikbud dan Kemenag selama ini telah banyak berjasa dalam menggelontorkan dana penelitian bagi para dosen di perguruan tinggi. Karenanya, makna penting dari PPKB di masa depan adalah terkait dana penelitian untuk para guru, demi peningkatan kemampuan bersaing karya para guru di jurnal terakreditasi.
Mungkin selama ini perbincangan tentang publikasi karya ilmiah di jurnal terindeks, seperti Sinta dan Scopus, hanya menarik di kalangan akademisi perguruan tinggi. PPKB menjadi ajang untuk “memindahkan” topik hangat semacam ini ke ruang-ruang sekolah di kalangan para guru. Boleh jadi, di masa-masa mendatang, Kemendikbud dan Kemenag bekerjasa sama untuk tidak hanya melatih guru PAI melainkan seluruh guru dari berbagai mata pelajaran.
Memindahkan budaya ilmiah dari lingkungan perguruan tinggi ke tingkat di bawahnya, sekolah, merupakan kebijakan yang sangat strategis. Para guru akan menjadi “kreator” ilmu pengetahuan sebagaimana para dosen. Bukan semata-mata berperan sebagai “konduktor (penghantar)” ilmu pengetahuan. Karenanya pula, salah satu indikator keberhasilan PPKB ini diukur dari perubahan seorang guru menjadi subjek yang menciptakan ilmu pengetahuannya sendiri berbasis riset ilmiah.
Kultur akademik lain yang mungkin bisa dipindahkan dari lingkungan perguruan tinggi ke sekolah adalah kerjasama riset antara mahasiswa dan dosen. Guru dapat bekerjasama dengan siswa/i mereka dalam melakukan riset lapangan. Inilah konteks yang dimaksud di awal, bahwa Kemenag dan Kemendikbud perlu jenis program pelatihan berikutnya.
Terlepas dari semua hal penting di atas, program Dirjen Pendis Kemenag RI kali ini sangat progresif, idealis, dan visioner. Dengan kemampuan guru menulis karya ilmiah, proyek penguatan karakter dan jati diri bangsa bisa dilakukan sejak tingkat pendidikan yang paling bawah. Bukan semata-mata Perguruan Tinggi yang berpegang pada Tridarma Perguruan Tinggi, boleh jadi Sekolah akan memiliki konsep “Tridarma Sekolah” itu sendiri.
Terakhir, harapan penulis, PPKB menjadi salah satu program unggulan Dirjen Pendis Kemenag. Kiranya tidak berlebihan bila penulis menyebut ini semua sebagai “Manunggaling Perguruan Tinggi dan Sekolah”. Ada akar historis yang begitu panjang, walaupun bukan di sini tempatnya untuk membahas. Tetapi, secara umum, di masa silam kualitas pendidikan tidak dibeda-bedakan berdasarkan jenjang; sekolah dan perguruan tinggi.
Yang jelas, bila semua guru memiliki kemampuan setara dengan dosen, bila semua siswa/i memiliki kualitas riset yang tak kalah dari mahasiwa/i, maka kita sedang berjalan dalam jalur yang baik dan benar. Bila PPKB Dirjen Pendis Kemenag mampu mewujudkan idealisme ini, itu prestasi yang patut diacungi dua jempol sekaligus.
Berbagai gebrakan program di Kemenag ini tidak lepas dari peran Menag Gus Yaqut Cholil kaumas yang mendorong semua jajarannya untuk menciptakan berbagai program yang betul-betul bermanfaat untuk memajukan pendidikan Islam di bumi Nusantara.
Wallahu a’lam bis shawab.
*Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon