Penulis: Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
MINGGU ini, beberapa kali saya ditelepon dari keluarga di kampung. Nenek sakit parah. Nama saya beberapa kali beliau sebut, dan beliau minta untuk pulang.
Semua anak-anaknya (bude dan pakde), termasuk ibu saya, kumpul di rumah nenek. Menuntun kalimat thayyibah dan bacaan Surat Yasin.
Sakitnya orang sudah lanjut usia. Sudah di atas 90 tahun. Bebarapa hari ini tidak bisa masuk makanan.
Sempat diinfus seharian tapi minta dicopot. Posisi sekarang sudah tidak bisa bicara lagi. Tetap berharap beliau sembuh, dan Allah berikan yang terbaik.
Rabu, 23 Juni 2021 aku putuskan untuk pulang kampung. Jam 04.00 dari Jakarta, sampai di Jepara jam 11.00. Jalan santai. Sempat istirahat tiga kali di rest area: salat subuh, salat dhuha, dan ke toilet.
Semula sempat berpikir mau menggunakan transportasi umum. Naik pesawat atau kereta. Tapi masih satu jam jarak bandara dan stasiun ke kampung. Gak efisien juga.
Sempat nanya agen bus umum. Seat untuk satu orang habis. Tersisa seat untuk dua orang. Was-was! Khawatir penumpang sebelah positif covid. Horor!
Akhirnya, bawa kendaraan pribadi. Ini rasa-rasanya lebih aman. Tak ada pilihan lain.
Sampai di kampung, memang benar, kondisi nenek memburuk. Anak-anak yang tinggal di berbagai kota datang, setia nungguin, khawatir itu hari terakhir nenek. Semoga mereka jadi anak shaleh shalehah.
Rencana di kampung empat hari. Sabtu baru balik ke Jakarta. Tapi situasi covid di kampung luar biasa.
Setiap hari ada yang meninggal, meski tidak semuanya diklaim Covid. Karena mayoritas tidak dites.
Ngobrol dengan beberapa tetangga, mereka cerita pernah mati pengecap dan penciumannya. Tapi, mereka tak kenal isolasi.
Seperti kehidupan yang normal saja, setiap hari mereka ketemu satu dengan yang lain. Bergaul dan ngobrol di pasar, di jalan, di sawah, dan di warung kopi. Tanpa jarak dan tanpa masker.