PKB dan Kepeduliannya ke Komunitas Pesantren
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc.MA.*
TRIBUNNEWS.COM - PKB berjasa besar pada komunitas pesantren. Berkali-kali PKB hadir mengawal aspirasi para santri. Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar, membuktikan deklarasi dirinya sebagai “Panglima Santri” bukan isapan jempol.
Pada tahun 2017 silam, Cak Imin (panggilan akrabnya) didaulat oleh ribuan santri menjadi ‘Panglima Santri Nusantara’. Kala itu ia dinilai berhasil memimpin PKB dalam memperjuangkan penetapan hari santri nasional yang jatuh pada 28 Oktober, melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 22 Tahun 2015.
Sejak didaulat menjadi Panglima Santri itu pula, PKB di bawah kepemimpinan Cak Imin (yang sempat mengubah panggilannya menjadi Gus Ami) bermimpi lebih jauh lagi. Yaitu, meningkatkan mutu pondok pesantren dan madrasah.
Dan terbukti, dua tahun kemudian, PKB mengawal lahirnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren. UU Pesantren ini selangkah lebih maju dari Kepres tentang Hari Santri Nasional 4 tahun sebelumnya.
Tidak mau berhenti dan berpuas diri. Tahun 2021 ini, PKB yang masih dipimpin Cak Imin kembali hadir mempersembahkan ‘hadiah’ berharga bagi komunitas pesantren. Presiden Joko Widodo resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren.
Alhasil, dalam tempo enam (6) tahun saja sejak 2015 sampai sekarang, PKB telah menorehkan sejarah emas di mata komunitas pesantren; Penetapan Hari Santri Nasional, Undang-undang Pesantren, dan Keputusan Presiden tentang ‘Dana Abadi’ bagi Pesantren.
Secara sinkronik, Penetapan Hari Santri Nasional (2015) adalah buah dukungan PKB pada pasangan Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014. Undang-undang Pesantren (2019) buah manis dukungan PKB pada Jokowi, yang pada Pilpres berpasangan dengan KH. Ma’ruf Amin. Tampaknya, Kepres 82/2021 ini pun sebagai ‘komitmen’ PKB akan tetap setia pada pemerintahan Jokowi hingga 2024 nanti.
Kelincahan sepak terjang politik PKB di bawah nakhoda Cak Imin tidak mudah diterka masyarakat biasa. Tidak pernah terbayangkan di ruang publik tahun 2015 silam bahwa akan muncul UU Pesantren dan Kepres Dana Abadi Pesantren ini. Tidak tertutup kemungkinan, PKB akan kembali tampil mengejutkan pada detik-detik menjelang Pilpres 2024 nanti.
Membaca Kebutuhan Santri
Pada bulan Juni 2021 kemarin, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj menyebutkan ada empat (4) macam peperangan yang harus dimenangkan kaum pesantren; kebudayaan pop, dunia digital, biologi serta makanan, air dan energi. Jika dibaca sebagai kebutuhan, empat macam kebutuhan ini sangat mendesak bagi komunitas pesantren.
Pada Pilpres 2024 nanti, Jokowi sudah tidak mungkin lagi untuk maju. Karenanya, pasangan capres-cawapres yang ideal bagi PKB adalah siapapun yang berkomitmen memenangkan komunitas pesantren dalam empat macam peperangan yang disebut Ketum PBNU.
Sementara bagi para santri sendiri, PKB adalah satu-satunya partai yang terbukti setia memperjuangkan aspirasi mereka. Selanjutnya tinggal bagaimana para santri membangun konsolidasi lebih intensif dengan PKB. Yaitu, mengawal implementasi UU Pesantren dan Kepres Dana Abadi Pesantren ini sampai terealisasi dan membawa manfaat.
UU Pesantren dan Kepres 82/2021 adalah modal utama bagi santri untuk memenangkan empat peperangan besar yang Ketum PBNU khawatirkan. Sebab, kemenangan santri adalah kemenangan bangsa dan negara. Nasionalisme santri terlanjur mendarah daging, dan menjadi bagian dari keimanan religius mereka.
Dengan begitu, UU Pesantren dan Kepres 82/2021 dapat juga diartikan sebagai upaya negara untuk berinvestasi bagi kedaulatan, keamanan, ketahanan dan keutuhan bangsa. Agen utamanya adalah PKB, dan pelakunya adalah para santri di pesantren. Nasionalisme, PKB dan Pesantren adalah tiga serangkai yang tak terpisahkan.
Tantangan ke depannya adalah mengantisipasi segala daya upaya politik yang coba memisahkan suara pesantren dari PKB. Persiapan menuju Pilpres 2024 sudah digalakkan oleh setiap partai politik. Hal itu terlihat dari begitu antusiasnya para elite untuk memasang baliho-baliho, dalam rangka mempopulerkan jagon masing-masing.
Menceraikan suara santri/pesantren dari PKB pada ajang pilpres nanti berdampak buruk pada gerak langkah PKB itu sendiri. Jika dalam rentang waktu 6 tahun terakhir kita dikejutkan dengan Penetapan Hari Santri Nasional, UU Pesantren, dan Kepres Dana Abadi Pesantren ini, maka kejutan-kejutan lain dari PKB di masa mendatang akan terkendala bila suara santri tercerabut dari rumahnya, PKB.
Para santri dan pesantren butuh satu sikap istiqomah untuk tetap mendukung PKB. Bukan hanya karena janji-janji politik di masa depan, tetapi lebih karena rekam jejak yang sudah pasti dan terang benderang selama ini. Istiqomah bukan saja melahirkan karomah, melainkan juga bisa jadi tameng agar tidak terpedaya oleh janji-janji manis partai lain.
Penulis tidak pernah ragu, santri sudah terlatih untuk tetap istiqomah; pahit manis akan tetap berjuang bersama PKB. Namun lebih dari sekedar itu, sikap istiqomah santri bersama PKB ini adalah langkah paling efektif untuk mengetahui bagaimana UU Pesantren dan Kepres 82/2021 ini betul-betul terealisasi. Sebab banyak undang-undang yang tidak terealisasi hanya karena tidak ada pihak yang istiqomah mengawal.
Sejak dua periode kepemimpinan Jokowi, politik PKB sudah teruji efektif memenuhi kebutuhan dasar para santri dan pesantren. Pekerjaan Rumah (PR) selanjutnya adalah menjaga harmoni, soliditas, dan konsolidasi santri dan PKB semakin intens di masa-masa mendatang. Karena hanya PKB satu-satunya partai aspirasi bagi kaum sarungan, santri. Wallahu a’lam bisshawab.
*Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon.*