Angan-angan tentang AI muncul awal mula pada tahun 1818 ketika Mary Shelley menulis novel, Frankenstein, or the Modern Promotheus.
Keliaran imajinasi Mary Shelly ditumpahkan dalam tokoh novel, Dr Victor Frankenstein, peneliti lintas ilmu yang ingin menciptakan makhluk baru.
Makhluk yang dalam novel tiada memiliki nama dan hanya ditulis “_ _” berasal dari potongan-potongan orang mati dan ingin dihidupkan kembali melalui proses AI pada zamannya, listrik dari petir.
Benar bahwa makhluk itu akhirnya hidup. Hanya bentuknya compang-camping, tak beraturan dengan satu hal yang membedakan dari manusia; hampa hati nurani.
Si makhluk hasil dari kecerdasan buatan memiliki kecerdasan di atas manusia normal sehingga mampu membaca cepat aneka buku dan berbicara bermacam bahasa.
Hanya pada satu titik si makhluk menemukan fakta, bahwa ia tercipta dari riwayat panjang penuh onak. Dari sini muncul tragedi.
Orang-orang dekat Dr Victor Frankenstein menjadi sasaran dendam kemarahan makhluk itu.
Si makhluk menjadi pembunuh sangat kejam.
Menghadapi tragedi dan kekerasan ini, Frankenstein mencari si makhluk dan hendak membunuhnya.
Dia cari pada empat penjuru mata angin. Pun sampai ke ujung kutub utara, tiada ketemu. Malah di kutub utara ini Frankenstein menemui ajalnya.
Ujung cerita, pada kapal terapung di lautan es yang berisi jenasah Frankenstein, muncul si makhluk.
Ia menangisi kematian penciptanya. Ada duka dan kesedihan.
Sekaligus ratapan dan dendam karena ia diciptakan. Mengucapkan selamat tinggal kepada Frankenstein, si makhluk terjun ke dalam gulungan ombak. Lenyap, hilang.
ERA 5.0