Boleh jadi penembakan terhadap TK dilakukan MN ketika ia berada pada episode ketiga tersebut.
Andai amarah juga gagal menenangkan batin MN, maka sangat mungkin ia bergeser ke episode keempat: depresi. Dan satu ujung depresi adalah--maaf--bunuh diri.
Jika demikian gambaran kondisi batin MN, maka betapa pun ia hari ini duduk di kursi pelaku, tapi peristiwa naas ini bermula dari posisi MN sebagai korban.
Letusan senjata adalah satu tarikan napas dengan duka nestapa. Kemarahan yang bersumbu pada kesedihan.
"Kemenangan" mencabut nyawa korban tak lain pancaran kemalangan seorang korban.
Lalu, bagaimana hukuman dikenakan terhadap orang yang membunuh pasangan maupun teman selingkuh pasangan?
Unik bahwa Filipina, di dalam KUHP-nya, sampai memuat pasal tersendiri tentang pembunuhan terkait perselingkuhan.
Bahwa, korban perselingkuhan yang kemudian menghabisi pasangan maupun teman selingkuhannya cuma dihukum pembatasan jarak.
Yakni, dia tidak boleh mendekati pasangan maupun teman selingkuhannya itu dalam radius sekian mil (misalnya). Bukan hukuman mati, bahkan penjara sekali pun.
Di New South Wales juga, dalam kasus serupa, menurunkan dakwaan dari pembunuhan (first atau second degree murder) ke penganiayaan yang mengakibatkan orang tewas (third degree murder, manslaughter). Di Inggris juga ada infidelity plus sebagai bentuk pertimbangan khusus.
Tentu, gambaran kondisi guncangan jiwa MN seperti atas perlu ditelaah lebih dalam. Polisi yang menanganinya secara tuntas.