Bahkan ada negara tetangga yang menyediakan anggaran sekitar Rp3,4 triliun demi mendapatkan kepemilikan hak Vaksin Nusantara hasil penelitian dr. Terawan.
Penawaran asing itu ditolak oleh sang mantan Menteri Kesehatan karena ia lebih mengutamakan kepentingan bangsa Indonesia.
Selain itu, metode sel dendritik yang menjadi basis pembuatan Vaksin Nusantara sudah digunakan Prancis dan Kanada sebagai pengobatan HIV/AIDS dan Malaria.
Vaksin Nusantara pun sudah masuk dalam jurnal internasional ClinicalTrial.gov yang diadopsi oleh WHO.
"Vaksin Nusantara sudah masuk di ClinicalTrials.gov yang diadopsi oleh WHO. Di sana sudah terpampang uji klinis satu dan uji klinis dua. Dan kalau BPOM katakan belum uji klinis, saya diam saja, tidak pernah saya bantah. Tapi bukalah ClinicalTrials.gov, akan ada di situ. Artinya sudah dilakukan uji klinis di Indonesia oleh saya," terang Terawan, saat wawancara ekslusif dengan Rosiana Silalahi dari KompasTV, Kamis malam (7/7/2022).
Pengakuan Terawan di acara Kompas TV telah membuat polemik Vaksin Nusantara makin terang benderang.
Masyarakat makin yakin dan ingin mendapatkan Vaksin Nusantara yang terbukti tidak menimbulkan efek samping, bahkan membuat tubuh lebih sehat seperti diakuj sejumlah warga yang telah menjadi relawan Vaksin Nusantara.
Sayangnya, hak rakyat menerima Vaksin Nusantara sampai saat ini masih terkendala regulasi pemerintah yang dikendalikan kepentingan bisnis vaksin.
Presiden Joko Widodo perlu segera turun tangan dan melakukan intervensi agar Vaksin Nusantara secepatnya memiliki izin edar sehingga dapat dipakai sebagai vaksin penguat alias booster.
Vaksin Nusantara akan membantu negeri yang kita cintai segera bebas dari wabah Covid-19 dan ketergantungan vaksin buatan luar negeri.
Masyarakat Sehat, Negara Kuat
*Dar Edi Yoga, Praktisi Media/Pendiri Beranda Ruang Diskusi