News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pentingnya Keterbukaan dan Egaliterian dalam Pendidikan Keluarga

Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Juri Ardiantoro, Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi Politik.

TRIBUNNEWS.COM – Pendidikan harus bisa beradaptasi dengan kehidupan sosial yang telah dan sedang berubah sangat cepat. Termasuk pendidikan di dalam keluarga.

Pernyataan ini disampaikan Ketua Ikatan Alumni Universitas Jakarta (IKA-UNJ) Juri Ardiantoro dalam Forum Diskusi Pendagogik PP IKA-UNJ bertema “Peran Ilmu Keluarga Dalam Merevitalisasi Sistem Trisentra Pendidikan Nasional”, yang digelar secara daring, Rabu (30/11).

Menurut Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan tersebut, hal penting yang harus diubah dalam pendidikan di dalam keluarga adalah pola pikir orang tua untuk tidak lagi menempatkan anak sebagai objek, melainkan sebagai subjek. Sehingga terjadi dialog seimbang antara orang tua dan anak.

Baca juga: Perencanaan Tepat, Benahi Kualitas Pendidikan

“Keterbukaan dan egalitarian menjadi kunci komunikasi. Anak jangan lagi dianggap tidak tahu apa-apa. Apalagi saat ini pergaulan mereka sudah beralih ke dunia digital yang sangat terbuka dengan akses informasi. Orang tua tidak perlu khawatir akan kehilangan kharisma atau wibawa di depan anak-anaknya. Keterbukaan dan egaliterian justeru akan menambah bangga dan kagum anak anak kepada orang tuanya,” kata Juri.

Masih kata dia, pendidikan keluarga yang merupakan bagian dari tiga pusat pendidikan, yakni sekolah, keluarga, dan masyarakat, harus didorong oleh lingkungan yang mendukung. Terlebih, bagi sebagian orang tua yang intensitas pertemuannya dengan anak sangat kurang.

Atas kondisi tersebut, lanjut Juri, harus ada ada media yang bisa menggantikan peran orang tua selain sekolah. Seperti ketersediaan fasilitas publik, tempat bermain, perpustakaan umum, dan bahan-bahan tontonan yang bersifat edukatif.

“Sehingga asupan nilai-nilai dan kemampuan lain yang menjadi tugas keluarga tetap dapat dipenuhi,” terang Juri yang juga Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini